JAKARTA – Kemendikbud mengeluarkan regulasi baru terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2018/2019. Regulasi anyar ini tertuang dalam Permendikbud 14/2018 tentang PPDB.

Poin krusial dalam regulasi PPDB terbaru itu adalah kriteria utama dalam penerimaan siswa adalah zonasi atau jarak antara rumah dengan sekolah. Sementara nilai unas yang diperoleh di jenjang SMP menjadi pertimbangan paling terakhir.
Di dalam Pasal 14 Permendikbud 14/2018 diuraikan urutan seleksi masuk SMA. Yakni berdasarkan jarak tempat tinggak dengan sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi. Kemudian baru surat hasil ujian nasional (SHUN) SMP atau bentuk lain yang sederajat, dan prestasi di bidang akademik maupun non akademik yang diakui sekolah.
Ketentuan seleksi PPDB berbasis zonasi juga berlaku untuk siswa baru di jenjang SMP maupun SD. Khusus untuk SD pertimbangan pertama adalah usia peserta didik, baru setelah itu zonasi atau jarak rumah ke sekolah. Seleksi siswa baru jenjang SD juga tidak boleh menggunakan ujian baca, tulis, berhitung (calistung).
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan kriteria PPDB sesuai dengan regulasi yang baru adalah zonasi. ’’Bukan lagi nilai (unas, Red),’’ tuturnya. Dia menjelaskan yang menjadi kriteria pertama dalam penerimaan siswa baru adalah jarak. Pertimbangan kedua sekolah bisa menggunakan usia siswa.
Dengan adanya sistem zonasi tersebut, anak didik yang berada di sekitar sekolah menjadi prioritas atau diutamakan dalam penerimaan siswa baru. Terlepas dari berapapun nilai unasnya. Dia menegaskan bahwa nilai unas menjadi pertimbangan terakhir. Sehingga kalaupun secara umum nilai unas SMP tahun ini mengalami penurunan, secara garis besar tidak ada pengaruhnya pada PPDB jenjang SMA.
Salah satu orangtua yang sedang bersiap mencari SMA untuk anak sulungnya adalah Inung Kurnia, warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dia mengatakan masih banyak orangtua yang belum paham sistem PPDB di DKI Jakarta. Apakah menggunakan zonasi atau masih berbasis nilai unas.
Sebab dia mendapatkan kiriman tabel SMA negeri se-DKI Jakarta lengkap dengan zonasinya. Di satu sisi juga menerima kiriman pesan berisi passing grade nilai unas untuk masuk ke SMA negeri di DKI Jakarta. ’’Jadi saya menganggap meskipun berlaku sistem zonasi, tetapi tetap menggunakan acuan nilai unas,’’ tuturnya.
Dia mengatakan jika memang PPDB berbasis zonasi, maka tidak perlu ada acuan nilai unas. Artinya dengan nilai unas berapapun, asalkan dekat dengan sekolah, maka bisa diterima. Inung mengatakan anaknya ingin masuk ke SMAN 28 Jakarta yang berjarak sekitar 6 KM dari rumahnya. Atau ke SMAN 60 yang jaraknya 2 KM dari tempat tinggalnya.
Inung berharap pemda konsisten dengan ketetapan dari Kemendibud, bahwa PPDB berbasis zonasi atau jarak rumah ke sekolah. Sehingga tidak lagi membuat anak stress dan tidak ada lagi rebutan sekolah favorit. Dia menjelaskan dengan sistem nilai unas, banyak orang dari penjuru daerah mendaftar ke sekolah yang dicap sebagai favorit. Akibatnya ada anak yang dekat sekolah tidak diterima karena kalah bersaing dengan siswa lain yang rumahnya sangat jauh dari sekolah.
Kepala Seksi Kurikulum SMP dan SMA Dinas Pendidikan DKI Jakarta Muhammad Husin menyebutkan meski menerapkan sistem zonasi pada PPDB, nilai ujian nasional (unas) digunakan sebagai dasar seleksi. Seleksi itu digunakan karena peminat sekolah negeri lebih banyak daripada daya tampung.
Husin mencontohkan daya tampung di satu sekolah hanya 200. Sementara, pendaftarnya dari jalur lokal sampai seribu orang. “Kalau tidak ada sistem seleksinya, bagaimana cara menentukan siswa mana yang bisa diterima sedangkan semuanya dari kecamatan yang masuk dalam zonasi,” kata Husin.
Di DKI Jakarta, tahap pertama jalur lokal disediakan 55 persen kuota dan pada jalur umum 35 persen untuk tahap kedua jalur umum.
Menurut Husin, passing grade yang beredar di masyarakat menjadi patokan saja. Passing grade pun dikeluarkan setelah PPDB diumumkan tahun sebelumnya. Di DKI Jakarta tidak ada sekolah yang mematok besaran passing grade tertinggi dan terendah. Semuanya bergantung pada nilai dari setiap peminat di tahun tersebut.
“Masalahnya hanya di daya tampung sekolah negeri ngga cukup menampung seluruh peserta didik. Makanya kami menggunakan seleksi dengan nilai unas,” tambahnya.
Senada dengan Husin, Kepala SMPN 115 Jakarta Yurianto menuturkan nilai unas dilakukan untuk menyeleksi siswa. Namun, sekolah tidak menentukan nilai unas tertinggi dan terendah yang dapat diterima.
Lagi pula, pada tahap pertama jalur lokal hanya calon peserta didik yang berada dalam radius zona yang boleh memilih SMPN 115 Jakarta. Yaitu, dari kecamatan Tebet, Jatinegara, dan Setia Budi. “Masih banyak siswa dari kecamatan lain yang tidak bisa mendaftar di sekolah kami. Mereka baru bisa mendaftar pada tahap kedua jalur umum termasuk dari luar DKI yang disediakan kuota 5 persen,” terangnya.
Seleksi dengan nilai unas dilakukan oleh sistem. Sehingga, nilai unas tinggal diurutkan saja sampai kuota terpenuhi. “Tahun lalu nem tertinggi 29 dan terendahnya 26,” ucapnya. (wan/gin)