DAERAHSIGISULTENG

Masih Banyak Warga Pombewe Belum Menerima Huntap

ASPIRASI : Warga Desa Pombewe Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, yang belum mendapatkan bantuan stimulan, huntap, BLT, dan BST saat menyampaikannya kepada Radar Sulteng, Sabtu (8/1/2022).(FOTO : MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG)
Dilihat

SIGI-Kepala Desa (Kades) Pombewe Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Asfar, kini dituntut warganya untuk merealisasikan bantuan pemerintah berupa rumah hunian tetap (huntap) dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR). Kemudian, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Warga meminta kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Pombewe agar lebih transparan dalam melakukan sosialisasi berupa pengumuman di papan pengumuman desa, yang sekarang ini tidak ada lagi. Warga mendesak Pemdes Pombewe untuk memberikan Huntap bagi warga yang belum mendapatkan Huntap padahal sudah beberapa kali didata, dan sudah menandatangani di atas materai.

Beberapa perempuan berstatus janda, diantara warga Desa Pombewe meminta Kades Pombewe Asfar untuk memberikan kesempatan kepada para janda yang tidak pernah menerima bantuan, baik stimulan, bantuan rumah rusak berat, sedang dan ringan, bantuan BLT, dan BST dari Kemensos.

Bahkan, seorang tetangga dekat dari Kades, bernama Minhar, juga tidak pernah mendapatkan bantuan stimulan dan Huntap. Rumah Minhar, juga rusak berat tetapi tidak pernah menerima bantuan.

“ Yah kami meminta kepada Pemerintah Desa, dalam hal ini Kepala Desa untuk memberikan bantuan dari pemerintah. Kami minta sekarang, tidak bisa lama. Karena kami sudah tua begini, peluang kami menikmati bantuan itu sudah tipis. Karena umur kami terus menua, “ kata Fatma, seorang janda kepada Radar Sulteng, saat itu.

Sekretaris Forum Keadilan Masyarakat Desa Pombewe, Kurniatun, sebagai juru bicara warga, menjelaskan, beberapa warga Desa Pombewe yang berkumpul saat itu belum mendapatkan haknya berupa stimulan dan Huntap. Rentetannya panjang, kata Atun, sapaan Kurniatun.

“ Banyak kali kita mendatangi, terutama KSP sebelum menjadi Forum Keadilan Masyarakat Pombewe. Teman-teman anggota KSP melakukan hearing di bulan Juli 2021 di DPRD Sigi. Kemudian kita mendatangi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menyerahkan data terkait masyarakat yang belum menerima haknya, berupa stimulan dan Huntap, “ ungkap Atun.

Masalah stimulan dan Huntap itu, kata Atun, ada di lima desa, diantaranya Desa Pombewe, Loru, Lolu, Panau, dan Kalukubula. Totalnya itu ada 168 KK yang sampai detik ini baru 20 persen yang mendapatkan haknya.

“Karena kami sudah tidak melakukan advokasi lagi di lima desa, kami lebih melakukan advokasi hanya ke Pombewe. Saya diminta oleh teman-teman menjadi Sekretaris Forum. Terbentuklah forum ini pada 11 November 2021. Selanjutnya kami melakukan aksi kedua, dengan mengusung nama Forum Keadilan Masyarakat Desa Pombewe, untuk menuntut pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa Pombewe, Asfar, bersama aparat pemerintah desa, dengan 13 tuntutan, “ beber Atun.

Ke 13 tuntutan itu adalah terkait penjualan tanah asset negara, penyalahgunaan wewenang Alokasi Dana Desa (ADD), dan penyalahgunaan administratif desa ketika ada warga yang minta berurusan dengan desa selalu mendapatkan intimidasi dari Kades.

Pada kesempatan itu anggota forum dan warga mengungkapkan permasalahannya, dimulai dari Nasruddin, warga Dusun III, termasuk warga yang didata pertama tetapi sampai sekarang belum ada realisasinya.

“ Yang jadi pertanyaan kami. Kenapa tidak ada data penerima stimulan yang dipampang di Balai Desa. Sosialisasinya tidak ada ke masyarakat. Kami bingung siapa pendamping fasilitator dari Dinas PUPR di Desa Pombewe. Karena seperti di Desa Jonooge dan Desa Sidera itu ada semua data disitu. Di desa lain semua data baik stimulan dan Huntap itu ada di Balai Desanya. Jadi masyarakat tidak bingung, “ ucap Nasruddin, yang menyebutkan di desa lain fasilitatornya sampai empat kali melakukan sosialisasi tentang Huntap, dan mereka standby di kantor desa. Tetapi di Desa Pombewe sama sekali tidak ada.

Ibu Fatmna, janda yang tinggal di Dusun I Pombewe mengatakan, dirinya sampai saat ini tidak pernah mendapatkan bantuan. “ Sampai sekarang tidak ada bantuan untuk saya. Hasene kok ada. Masa bantuan stimulan dan Huntap-pun tidak ada. Saya sudah tua. Umur saya sudah 60 tahun. Masa tidak disentuh namaku, “ papar Fatmah.

Fatmah curhat, dan menyebutkan rumahnya rata tanah saat gempa terjadi. Setelah itu dirinya didata, dan sudah memberikan data-data kepada pendata dari Pemerintah Desa Pombewe. Bahkan sudah mendatangi secara pribadi ke rumah Kades, dan sudah dicatat.

“ Sudah ibu, sudah dengan saya namanya ibu. Tidak usah takut-takut. Tinggal tunggu saja. Begitu pak Kades bilang sama saya. Tetapi apa yang terjadi sampai detik ini saya tunggu bantuan itu tidak pernah direalisasikan. Tidak ada, sampai sekarang, “ beber Fatmah.

Muhdar yang biasa dipanggil Dara, Ketua Umum Forum Keadilan Masyarakat Pombewe, mempertanyakan kepada pemerintah, bahwa begitu banyak temuan-temuan di Huntap seperti kategori yang berhak mendapatkan Huntap karena rumahnya rusak berat, likuifaksi, dan zona merah tetapi tidak dapat. Dikatakannya, mereka pantas mendapatkannya tetapi tidak dapat apa-apa. Pernah di demo Kadesnya baru dapat. Tetapi Dara tidak mau menerima, karena masih melihat begitu banyak warga Desa lain yang belum menerima bantuan.

“ Sementara di lapangan ada KK gendong di pihak Kepala Desa kenapa bisa ada seperti itu. Padahal kita ini rusak berat, tidak diutamakan dulu, “ ungkap Dara.

Selanjutnya Maarif, dari Dusun I Desa Pombewe, rumahnya rusak berat, sampai sekarang belum mendapatkan bantuan apa-apa. Kemudian, Sariata, seorang janda, Dusun I Desa Pombewe, rumah rusak berat, sampai sekarang belum mendapatkan bantuan. Bantuan BLT, BST apalagi Huntap tidak dapat. “Pokoknya tidak ada. Semuanya tidak ada. Data sudah saya berikan. Tidak ada realisasi, “ jelasnya.

Asmir, dari Dusun III Pombewe juga mengalami nasib sama tidak pernah menerima bantuan. Pendataan pertama di tahun 2019, sampai sekarang belum ada realisasi Huntap. Sudah dua kali memberikan data di Desa, dan sudah diumumkan akan menerima bantuan, tetapi tiba-tiba namanya hilang.

“ Awalnya sudah ada nama saya. Tetapi setelah saya cek lagi di dinding kantor desa, sudah tidak ada nama saya untuk menerima bantuan. Sementara yang lain ada namanya di kantor desa. Nama saya diganti. Dialihkan ke orang lain. Tetapi ada nama kepala desa disana. Setiap bantuan, justru ada namanya kepala desa. Nama pak Kades selalu di PUPR, Budha Tzu Tji, BLT, BST. Isterinya kepala desa juga menerima, “ ungkap Asmir.

Minhar, rumahnya depan rumah kepala desa, bertetangga, sampai sekarang tidak digubris. Bantuan BLT dicabut, nama hilang. Ditanya media, apakah ada benturan ataukah pernah berselisih paham dengan Kades. Mereka, warga yang ada saat itu yang menyampaikan uneg-unegnya, mengatakan tidak ada. Hanya beda pilihan saja saat digelarnya Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) lalu.

Menurut Atun, menambahkan keterangan dari warga, bahwa warga sudah dimintai data beberapa kali, dan diminta sabar. Ada lagi yang dijanji nanti akan mendapatkan Huntap, data pertama, ditandatangani di atas materai. Katanya Budha Tzu Tji sudah full, dijanji lagi untuk tahap kedua Budha Tzu Tji, dan ada lagi nanti di PUPR.

“ Pasca kami aksi, itu juga teman-teman data yang kami ajukan ke DPRD Peduli itu ditandatangani lagi oleh BPBD. Dimintai lagi KTP, diwawancara lagi. Dijanjikan akan menerima Huntap tapi dia bilang sabar, “ cetusnya.

Seperti diketahui, dari data redaksi Radar Sulteng, jumlah Huntap yang dibangun PUPR belum seberapa. Jika merujuk dari catatan awal Kementerian PUPR bahwa total Huntap yang dibutuhkan oleh warga terdampak adalah sebesar 11.788 unit. PUPR berencana akan membangun 8.788 unit dan sisanya 3.000 unit akan dibangun pihak lain.

“ Kenyataan yang ada hingga saat ini baru terbangun 630 unit Huntap tahap 1A, dan membutuhkan waktu kurang lebih 14 bulan. Demikian juga dengan pembangunan 976 unit tahap 1B, yang masih belum memiliki kejelasan dan kepastian. Kegagalan ini adalah kelalaian pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, “ kata Yahdi Basma, anggota DPRD Sulteng, kepada media ini.

Masyarakat pun lalu bertanya, apakah semua ini harus diundur. Terus dalam waktu pengunduran itu apakah para korban hanya satu kata, pasrah. Apakah masih dapat atau tidak. Dengan keterlantaran itu, dana ini kemana. Hak mereka itu kapan diberikan.

“ Apakah mereka ini sengaja dilupakan, hak-hak korban. Sehingga mereka lupa. Dan itu siapa yang pakai. Itu masalahnya, “ tanya warga Pombewe lagi.

Dikatakan lagi oleh Kurniatun, pihaknya sudah melaporkan kasus ini ke Polres Sigi pada 12 November 2021 yang lalu. Melaporkan 13 tuntutan, yaitu penjualan aset negara. Masalah stimulan yang tidak selesai. Soal transparansi, dan pertanggungjawaban (LPj) dari tahun 2015 sampai tahun 2021.

“ Ini tidak pernah kita tahu. Karena dari kegiatan RAB APBDes Desa Pombewe, itu terkait soal kegiatan sepakbola tahun 2019 namun tidak ada. Itu sebelum Covid-19 makanya kami laporkan, perpustakaan, BUMDes, terus pembagian beras yang tidak cepat dilakukan oleh pemerintah desa, dan soal penerbitan SKPT, “ urainya.

Terakhir, pada 3 Desember 2021, ungkap Atun, pihaknya menerima hasil Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) siapa saja yang sudah dipanggil. Ada sekitar 10 orang, mereka sudah dimintai kesaksian terkait stimulan, Huntap, dan BLT. Baru sebatas itu. Namun bendahara dan Sekretaris Desa (Sekdes) sudah dipanggil tetapi tidak dimuat dalam SP2HP-nya, dia bilang nanti akan berlanjut penyelidikannya dalam SP2HP.

Pihaknya juga sudah bertemu dengan Bupati Sigi, Mohamad Irwan, waktu itu ada seminar di 10 Desember memeringati hari Hak Asasi Manusia (HAM). Kegiatan di Universitas Tadulako (Untad), Bupati Sigi sebagai salah satu narasumber.

“Kami langsung bicara sama pak bupati, bahwa lahan yang ada di eks HGU Hasfarm, kalau menurut pak Camat dan pak Kades. Saya mengutip dua perangkat negara ini masih ada 97 hektare. Namun pada saat saya bicara dengan pak Bupati, ada pak Dara pada waktu itu, dengan pak Ical, serta pak Suardi. Bupati mengatakan bukan 97 hektare, namun sekitar 200 hektare lebih. Karena total eks HGU Hasfarm yang ada di Pombewe itu luasnya 362 hektare, yang terpakai di Huntap sekitar 104 hektare. Artinya, masih ada 250 hektare sekian. Yah 251 hektare atau 252 hektare begitu. Kami kemudian diminta oleh pak Bupati untuk menyusun, mau bagaimana. Arahan nya bapak Bupati bahwa lahan itu harus dijadikan lahan kolektif pertanian, dengan melibatkan masyarakat Pombewe dan masyarakat Huntap agar mereka terjalin sosial kemasyarakatannya, dan terjalin hubungan ekonominya. Supaya tidak terjadi konflik berkepanjangan, “ paparnya.

“ Karena kita melihat potensi konfliknya kedepan. Bahwa air sudah diambil, tanah sudah diambil. Terus mereka difasilitasi dengan segala yang wah. Sementara kami korban juga. Bukan hanya mereka yang korban. Kebetulan mereka hilang rumahnya karena likuifaksi, dan berada di zona merah dan sebagainya, “ tandasnya.

“ Kami adalah korban. Hingga saat ini kami tidak menerima apapun dari pemerintah. Itu yang membuat kami, kalau mau dibilang marah, cemburu, sudah dirasakan. Akhirnya kami coba berdiskusi dengan teman-teman forum. Bahwa ada dua opsi yang kami inginkan dari bapak Bupati, terkait lahan. Pertama, kami minta lahan huni, karena pak bupati tidak pernah akan memberikan tanah itu per individu. Kekhawatiran pak bupati bahwa tanah ini akan dijual seperti yang lalu. Sudah menjadi usulan sebagai tanah TORA di tahun 2017. Namun belum dikeluarkan SKPT apalagi sertifikat. Itu sudah terjadi banyak penjualan. Ada sekitar 600 SKPT yang diterbitkan oleh Kepala Desa dan dijual, “ jelasnya.

“ Nah, pak Bupati tidak berharap tanah ini dijual. Ini harus menjadi milik orang Pombewe. Menurut beliau seperti itu. Saya mau mengapresiasi kepada pak Bupati, sangat peduli kepada masyarakatnya, dan dia bersedia untuk membagi-bagikan tanah itu kepada masyarakat. Tetapi, tidak untuk lahan huni, “ sebutnya.

Dikatakan Atun, karena dia melihat banyaknya perkembangan menusia di Pombewe ini seperti hadirnya pemilik KK gendong, KK baru. Mereka (pemilik KK gendong) itu sudah punya lahan, walau kecil, berupa lahan pertanian.

“ Nah, kapan lahan pertanian itu dipakai sebagai lahan huni, maka lahan pertanian akan berkurang. Maka kami meminta dua opsi, satu lahan huni, yang kedua lahan kolektif untuk pertanian, “ paparnya lagi.

“ Karena pak bupati minta, akan ada tim yang akan mengukur kembali. Teman-teman kami dari forum, dan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu akan mengukur kembali. Kita akan duduk bersama-sama. Salah satu mungkin beberapa orang dari forum akan dimasukan dalam tim untuk penyusunan komposisi tim pengukuran, “ urainya. Semoga ini tercipta, dan akan semakin sejuk di bumi Pombewe.

Sementara itu, dikonfirmasi, Kades Pombewe, Asfar, di nomor telponnya 082398914xxx enggan menjawab. Sebanyak tiga kali media ini hendak melakukan konfirmasi tidak diindahkan Kades Asfar. Begitu juga via WhatsApp (WA) tidak dibaca, meski sudah tercentang dua. Media ini sudah memperkenalkan diri untuk melakukan konfirmasi, Kades Afar tidak menggubrisnya.(mch)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.