MOROWALI UTARA

Kualitas Pekerjaan Jalan Lingkar Kolonodale Terus Disorot

Dilihat
Dua alat berat sewaan dari perusahaan asal Palu tidak ada aktivitas. Diduga proyek jalan lingkar Pantai Kolonodale yang dikerjakan PT Telaga Pasir Kuta menuai banyak masalah. (Foto: Ilham Nusi)

MORUT – Masa pengerjaan proyek jalan lingkar pantai Kolonodale hampir berakhir di Oktober 2017. Dalam pelaksanaannya, proyek itu menuai sorotan mulai dari progres, kualitas pekerjaan hingga asal usul perusahaan pemenang tender asal Kota Bandung, Jawa Barat.

Sejak awal, proyek milik Dinas Pekerjaan Umum dan Pentaaan Ruang Daerah (DPUPRD) Morut itu sudah diprotes para pengusaha jasa konstruksi setempat. Pasalnya, pemenang tender adalah perusahaan yang berdomisili di luar pulau Sulawesi.

Protes ini bukannya tanpa alasan, sebab pada tahun anggaran 2015, PT Riski Rahmat Jaya Abadi sebagai pemenang tender pembangunan jalan lingkar Pantai Kolonodale dan pembangunan jembatan Bahoue meninggalkan masalah. Padahal, kedua proyek itu tak kurang dari Rp10,7 miliar.

“Kami memang yakin proyek lanjutan tahun 2015 itu akan jadi begini. Meski masih ada waktu pekerjaan tapi kita sudah bisa prediksi hasil akhir pekerjaan itu,” ujar salah seorang kontraktor di Kolonodale beberapa waktu lalu.

Menurut dia, dalam proses lelang bukan PT Telaga Pasir Kuta penawar terendah melainkan PT Barata Tora Morindo dengan nilai penawaran Rp6.987.564.000,00 dari Pagu anggatan sebesar Rp7.107.500.000,00. Sementara penawar yang mendekati angka itu adalah PT TPK dengan nilai Rp7.077.777,00.

Namun oleh panitia lelang, perusahaan itu dinyatakan gugur karena tidak dapat menunjukan ijasah asli tenaga teknis (TS046), (TS045), (TS049) saat tahapan pembuktian kualifikasi.

“Entah proses itu (lelang) sudah diatur pemenangnya atau tidak, yang kemudian berlaku yakni PT TPK sebagai kontraktor pelaksana,” imbuh sumber, meminta identitasnya tidak dipublish.

Sumber lain menyebutkan, nama PT TPK sudah dikenal luas. Bukan hanya karena berhasil menangkan proyek APBN maupun APBD, tetapi perusahaan itu juga menuai masalah.

Berdasarkan data berbagai sumber yang dihimpun, PT Telaga Pasir Kuta (TPK) telah banyak memenangkan tender proyek bernilai miliaran rupiah di berbagai wilayah.

Namun di balik itu, perusahaan beralamat di Kelurahan Cijagra, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat ini juga tersandung banyak masalah dalam pelaksanaan proyeknya.

Media ini mengambil contoh kasus dari tiga lokasi proyek dimulai dari rehabilitasi Saluran Induk Cidurian Kabupaten Tanggerang, pembangunan Gedung dua lantai RSUD Dompu Nusa Tenggara Barat, serta rehabilitasi Tanggul Sungai Way Pisang, Lampung Selatan.

Rehabilitasi saluran induk Cidurian dikerjakan PT TPK berdasarkan Nomor kontrak HK.02.03/PPK-IR.RW-II/BBWSC-3/08/2016 dengan nilai kontrak Rp18.369.551.000 dari Pagu sebesar Rp21.619.900.000.

Proyek melintasi Pasar Gembong ini dalam wilayah kerja Balai Besar Wilayah Sungai Cidanu-Ciujung-Cidurian Irigasi dan Rawa II (BWSS C3 IR-II) Ditjen SDA Kementerian PUPR tersebut kemudian disorot karena pengerjaannya diduga asal jadi.

Selanjutnya proyek Gedung dua lantai RSUD Dompu dengan nilai kontrak Rp9,46 miliar. Saat sorotan ini mencuat akhir November 2016, progress proyek itu berjalan lamban sementara kontraknya berakhir 27 Desember 2016.

Kemudian rehabilitasi Tanggul Sungai Way Pisang yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWSMS) Lampung dengan Pagu Rp3,1 miliar. Proyek APBN 2015 ini dikerjakan PT TPK berdasarkan Nomor Kontrak HK.02.07/03.10/SNVT.PJPAMS/SP.I/X/2015 dengan nilai Rp2,3 miliar.

Dalam perjalananya, sebagian rehabilitasi tanggul Sungai Way Pisang dikerjakan hingga menyeberang Januari 2016. Sementara kualitas pekerjaan juga disoroti masyarakat.

Selain sorotan di atas, keberadaan PT TPK juga ditolak sejumlah kontraktor di Tanggerang Selatan. Pasalnya, kemenangan perusahaan tersebut pada tender pembanguan gedung SDN Paku Jaya, Tangsel dengan Pagu anggaran Rp10,2 miliar tahun anggaran 2017 diduga sarat KKN.

Aksi protes para kontraktor yang mendatangi kantor Dinas Bangunan dan Tata Ruang (DBTR) Tangsel, Juni 2017 ini dipicu dugaan pengaturan tender oleh dua oknum pegawai OPD tersebut.

Sementara kontraktor Tangsel sudah mengetahui bahwa PT TPK masuk daftar hitam atas permasalahan pengerjaan proyek RSUD Dompu dan rehabilitasi Tanggul Cidurian.

Layaknya perusahaan lainnya, PT TPK juga mendirikan kantor direksi di sekitar lokasi proyek. Namun dari pantauan di lapangan, kantor direksi perusahaan tersebut dibuat seadanya dan kondisinya lebih sering kosong.

Diberitakan sebelumnya, masyarakat menyorot lambatnya progres pengerjaan proyek peningkatan mutu jalan lingkar Pantai Kolonodale, Petasia.

Semula, masyarakat optimis PT Telaga Pasir Kuta dapat menyelesaikan proyek tersebut sebelum masa kontraknya selesai, pekan ketiga Oktober 2017. Namun hingga kini belum terlihat perubahan signifikan, kecuali penambahan tinggi tanggul dan separuh timbunan jalan sepanjang 800 meter. (ham)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.