POSO – Kompo Dongi, yang dikenal sebagai salah satu tempat berkumpulnya warga mencari ikan dengan cara mosango dan monyilo, kini telah beralih fungsi. Lokasi yang berada di Kelurahan Tentena, Kecamatan Pamona Pusalemba itu, terus ditimbun dan bakal dijadikan Taman Konservasi oleh pihak PT Poso Energy.
Tradisi Mosango dan Monyilo ini pun, bakal hilang selamanya, bila pihak perusahaan terus beraktifitas di wilayah tersebut. Mosango sendiri adalah cara menangap ikan menggunakan alat semacam kurungan kecil terbuat dari bambu setinggi 30 cm hingga 50 cm. Sedangkan monyilo adalah menangkap ikan dengan menggunakan tombak yang dibantu dengan alat penerangan.
Baik mosango maupun monyilo dilakukan ketika musim panas dan saat air di sekitar Danau Poso dan Sungai Poso tengah surut setinggi kaki hingga dada orang dewasa. Oleh warga Pamona, kegiatan ini pun kerap dilakukan di wilayah keadatan yang dinamai Kompo Dongi. “Ini sudah jadi tradisi kami sejak dahulu. Seluruh warga turun bersama-sama mencari ikan dengan alat sango dan ada pula yang turun dengan cara monyilo,” ungkap Tokoh Adat Pamona, Kristian Bontinge.
Dahulu sejarahnya wilayah Kompo Dongi, dikuasai oleh orang Napu dan direbut kemudian oleh orang Sawidago. Sehingga, tradisi mosango maupun monyilo baru bisa diikuti warga dari desa lain, jika warga Sawidago sudah turun terlebih dahulu. “Memang di wilayah itu tempat berkembang biaknya ikan, jadi dulu memang banyak sekali ikan di Kompo Dongi,” kata Kristian, yang juga anggota Aliansi Penjaga Danau Poso (APDP) ini.
Menangkap ikan bersama, atau dalam bahasa daerahnya motile ri ue, yang artinya berbagi di air, memiliki banyak makna di dalamnya. Di mana masyarakat yang tidak mendapatkan ikan jangan iri, dan yang mendapatkan ikan harus berbagi. “Tapi sejak wilayah itu ditimbun material-material dari danau dan sungai Poso, sudah tidak ada lagi tradisi mosango dan monyilo di wilayah tersebut,” katanya.
Aktifitas dari Poso Energy ini lah yang disebut Kristian, telah menghilangkan tradisi atau budaya masyarakat Pamona. Pinggiran sungai Poso yang tadinya, dangkal kini juga telah tinggi karena adanya pengerukan. Pihaknya pun kini tidak bisa berbuat banyak lagi, karena sudah berupaya mengadu ke Pemerintah Kabupaten bahkan Pemerintah Provinsi, namun tidak ada solusi yang diberikan untuk bisa menghentikan aktifitas Poso Energy, yang telah menghilangkan budaya di wilayah Pamona.
Sementara itu, Head of Environmental, Forestry and CSR Department PT Poso Energy, Irma Suryani membantah, jika dikatakan aktifitas Poso Energy telah menghilangkan budaya. Disampaikan Irma, bahwa memang aktifitas pengerukan serta pembangunan Taman Konservasi Kompo Dongi sedikit terganggu. “Tapi nanti kalau selesai aktifitas, taman konservasi dan tempat budaya selesai kami buat, keadaan sungai akan kembali ke posisi natural, seperti sebelum adanya aktifitas kami,” sebut juru bicara PT Poso Energy ini. (agg)