PALU – Tidak hanya mendapat penolakan dari masyarakat sekitar, aktivitas pembuangan limbah milik PLTU Panau, kini juga ditindak tegas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pihak KLHK turun langsung melakukan penindakan berupa penyegelan tempat pembuangan limbah fly ash dan buttom ash hasil pembuangan PLTU Panau yang dikelola PT Pusaka Jaya Palu Power (PJPP).
Kepala Seksi II Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Subagio membenarkan, telah disegelnya tempat pembuangan limbah dari PLTU Panau. Penyegelan tersebut, kata dia, dilakukan langsung oleh Tim Direktorat Pengaduan, Pengawasan, Sanksi Administrasi (PPSA) KLHK. “Kami yang damping tim dari KLHK memasang papan plang penyegelan,” kata Subagio.
Dalam papan tersebut, tertulis jelas bahwa berdasarkan SK nomor 275/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/2/2018, aktifitas di pembuangan limbah PLTU itu, dihentikan sementara. Tidak hanya memasang plang penyegelan, kata Subagio, tim juga menyerahkan salinan SK tersebut kepada pihak PJPP. “Yang saya tahu, sudah ada beberapa tahapan yang diberikan kepada pihak perusahaan berupa pembinaaan dan teguran, pemasangan plang ini juga menjadi salah satu bentuk teguran,” ungkap Sugiono, kepada Radar Sulteng Jumat (9/2) kemarin.
Jika masih juga beraktifitas, pihak KLHK mengancam akan mempidanakan pihak PT PJPP, sesuai RupiahPasal 114 UU Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun atau denda Rp1 miliar.
Adapun pelanggaran yang dilakukan PT PJPP, kata Sugiono, yaitu tidak mengelola limbahnya dengan baik dan hanya dibuang di bantaran sungai sehingga hal ini pun mendapat tindakan tegas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diketahui limbah yang dihasilkan dari pembakaran sisa batu bara itu adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. “Menurut saya, Limbah ini harus dikelola secara spesifik dan harusnya ini ada pihak ketiga yang bisa mengelola limbah dan mempunyai izin pengelolaan,sehinga tidak hanya dibuang sepereti ini,” tegasnya.
Adapun isi dari SK menteri ini berisi beberapa point perintah kepada Pihak PT PJPP dan salah satunya adalah untuk memindahkan sisa limbah tersebut karena hal ini sudah lebih dari 10 tahun ditampung hingga menggunung di bantaran sungai Tawaeli. Sementara itu sudah dua minggu belakangan ini PLTU sudah tidak beroperasi.
Dengan adanya penyegelan ini, pihak KLHK berharap bisa duduk bersama dengan pihak PT PJPP untuk membicarakan masalah ini agar dapat terselesaikan dan dicarikan solusi dengan cepat. Sementara itu, Anggota DPRD Kota Palu, akhirnya bereaksi terkait polemik keberadaan PLTU Panau.
Rencananya, DPRD Kota Palu bakal menjadwalkan untuk mengundang pihak manajemen PT PJPP selaku pengelola PLTU Panau, PLN serta Pemerintah Kota Palu. Pihak DPRD akan meminta penjelasan tentang kondisi dan masalah terkait dengan pasokan daya listrik yang ada di Kota Palu saat ini.
Ketua Komisi C DPRD Kota Palu, Sophian R Aswin mengatakan, dalam pertemuan ini pula, bisa dibahas peluang untuk mencari suplay listrik lain di luar PLTU Panau, seperti penambahan daya dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sulewana.
Beberapa hari yang lalu, pihak DPRD Kota Palu, juga sudah berkunjung ke PLTA Sulewana, di Kabupaten Poso, untuk menjajaki peluang penambahan suplay listrik dari PLTA tersebut. “Kami sudah melakukan pertemuan dengan pihak pengelola PLTA Sulawana. Mereka bilang, masih terbuka peluang untuk menambah suplay daya listrik ke Palu,” ujar Sophian.
Ia mengungkapkan, dari hasil diskusi dengan pihak manajemen PLTA Sulewana, diketahui bahwa suplay daya listrik yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso tersebut masih ‘melimpah’. Kebutuhan hingga di atas 100 MW pun masih bisa dipenuhi.
“Pertanyaannya sekarang, kenapa peluang untuk menambah daya itu tidak dimanfaatkan. Selama ini kita hanya berharap dari pasokan daya dari PLTU Mpanau,” sebutnya. (cr8/ars)