
Keri Kariri (27), wanita yang diketahui berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan, kesehariannya menjadi PSK di eks lokalisasi Tondo. Siapa sangka hidupnya harus berakhir di tangan pelanggannya sendiri.
LAPORAN: Wahono/Safrudin
MALANG nian nasib Keri Kariri. Pekerja Seks Komersial (PSK) ini meninggal dua hari menjelang hari kemerdekaan RI, tepatnya pada malam tanggal 15 Agustus di RSUD Undata. Dia ditikam pelanggannya sendiri di eks lokalisasi Tondo, tepatnya di Café Lidia, café yang terdapat di gang paling ujung sebelah kiri saat memasuki kompleks tujuan pria hidung belang tersebut.
Keri Kariri, wanita berambut pirang ini, direnggut nyawanya oleh pelanggannya sendiri yang tidak merasa puas setelah melakukan hubungan intim.
Malam itu sebelum meninggal dunia, Keri Kariri seperti malam-malam lainnya, menunggu pelanggan yang hendak menggunakan jasanya. Namun pelanggan yang datang malam itu, si pria yang diketahui bernama Asrul (20) yang berasal dari Kabupaten Donggala. Gelap mata menjadikan Asrul menusukkan pisau yang dibawanya ke tubuh Keri hingga beberapa kali.
“Saya masih mau begitu. Karena perjanjian cuma satu kali ‘main’. Tapi saya masih ingin lagi. Sedangkan dia sudah tidak mau. Makanya saya jengkel,” ungkap Asrul yang berbincang Radar Sulteng di Polres Palu, Senin (21/8) lalu.
Dalam satu kali ‘main’ kata Asrul, dia membayar Keri Kariri hanya Rp80 ribu. Uang tersebut diberikan di awal sebelum melakukan hubungan intim. Nafsu tinggi Asrul tidak sebanding dengan isi dompetnya. Malam itu, Asrul mengatakan hanya membawa uang Rp80 ribu, tidak kurang, tidak lebih. Sedangkan tarif awal yang diberikan Keri Kariri Rp100 ribu.
Setelah proses rayuan selesai dan disepakati hanya Rp80 ribu, keduanya masuk ke dalam café. Asrul yang memiliki nafsu tinggi tidak merasa puas dengan hanya sekali ‘main’ meski isi dompetnya malam itu sudah tidak mendukung.
Sang pelanggan yang masih ingin melakukannya sekali lagi dengan Keri Kariri, tapi Keri menolak. Keri tidak menyahutinya karena Asrul tidak mau menambah bayarannya.
“Dia ancam saya mau dipanggilkan preman. Saya tambah jengkel. Karena ada pisau yang saya bawa, itu yang saya tusukkan di badannya,” kisah Asrul.
Salah seorang yang mengetahui kejadian itu di eks lokalisasi Tondo menyebutkan, dia sempat berbincang dengan rekan Keri Kariri yang tinggal di Café Lidia. Dari rekan Keri diketahui bahwa Keri belum lama di Palu dan berencana bekerja ke Malaysia.
“Dia itu (Keri Kariri,) datang di Palu, setelah lebaran baru-baru ini. Rencananya dia mau ke Malaysia untuk bekerja. Itu yang temannya bilang sama saya,” ucap sumber mengaku dekat dengan rekan Keri.
Namun dia tidak mengetahui tempat tinggal Keri selama di Palu. Dia juga membantah kalau Keri seorang mahasiswi di salah satu kampus di Palu. “Dia bukan mahasiswi. Dia hanya datang ke Palu, rencananya sementara saja. Habis itu ke Malaysia untuk kerja di sana,” sebutnya.
Pantauan di Café Lidia di eks lokalisasi Tondo, café tersebut tampak tertutup dan tidak seorang pun yang berada di dalam café. Petugas keamanan yang ditemui media ini menjelaskan, seluruh orang yang tinggal di café tersebut yang juga merupakan kerabat Keri Kariri, mengantarkan jenazah Keri ke Toraja dan hingga saat ini belum kembali. “Dorang pigi semua ba antar jenazah. Tidak ada orang di situ sudah,” pungkasnya. **