
Kehadiran puluhan kera hitam tak punya ekor atau dikenal dengan monyet Sulawesi (Macaca Maura) memberikan pemandangan berbeda di pinggir jalan Trans Sulawesi Kebun Kopi, Dusun Tiga, Desa Toboli Barat, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Laporan : Rony Sandhi/ Toboli-Parimo
KERUMUNAN orang terlihat di pinggir Jalan Trans Sulawesi Kebun Kopi, tepatnya di kilo meter 15, Desa Toboli Barat, Kecamatan Parigi Utara, Sabtu siang (31/1/2017). Beberapa kendaraan roda empat, roda dua tampak parkir dengan rapi di pinggir jalan dan beberapa kendaraan yang ikut berhenti untuk kemudian juga melihat puluhan kera hitam yang asyik makan buah yang diberikan pengunjung.
Di samping tanah lapang dekat bibir jurang, sebuah warung makan juga menjual beberapa buah yang bisa digunakan pengunjung untuk diberikan kepada kawanan kera tersebut agar mereka mau mendekat dan diabadikan dengan kamera ponsel pengunjung.
Terpisah di seberang jalan dari kawanannya, seekor kera jantan besar yang dipekirakan kera paling tua dan disebut-sebut sebagai pimpinan kawanan kera di sekitar hutan Toboli, terlihat begitu dekat dengan beberapa pengunjung. Seorang pria memberikan buah pisang kepada kera jantan itu, kemudian memotretnya dengan kamera ponsel. Ketika menghabiskan buahnya, kera itu duduk sejenak menunggu pemberian buah lagi dari pengunjung. Sekitar 2 menit menunggu, karena tidak diberikan buah lagi, kera itu kemudian berjalan menuju kawanannya di tanah lapang dekat jurang sambil terus melihat-lihat kearah pengunjung yang berkumpul berdiri dibatasi pembatas bibir jalan yang terbuat dari besi. Sesekali kera-kera itu memamerkan giginya seakan memberi sinyal agar pengunjung memberikan lagi buah untuk mereka. Beberapa pengunjung bahkan ada yang selfie dengan baground kawanan kera yang sedang asyik makan buah pemberian pengunjung. “Foto-foto dulu buat aploud di medsos,” kata seorang pria muda kepada teman-temannya yang enggan menyebutkan namanya.

Salah seorang pengunjung, Inank (38) yang kebetulan melintas dan penasaran dengan kawanan kera di pinggir jalan itu mengatakan, dua tahun lalu di sekitar jalur trans Sulawesi Kebun Kopi sering terlihat kawanan kera di atas pohon. Tapi kawanan kera itu tidak sampai turun ke tanah atau sampai ke pinggir jalan. Apalagi sampai dekat dengan manusia seperti yang dilihatnya. “Kalau dulu saya lewat di sekitar Kebun Kopi ini, memang sering ada monyet kelihatan di atas pohon saja. Ada tiga sampai lima ekor. Yang sekarang ini, banyak sekali, mulai yang besar sampai kera yang kecil-kecil seperti masih anak kera,” ujar ibu rumah tangga yang mengaku hendak ke Kabupaten Poso.
Menurutnya, munculnya kawanan kera yang sudah terlihat dekat dengan pengunjung, bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung sebagai hiburan di sela-sela perjalanan. Juga bisa jadi penelitian bagi pecinta satwa, untuk mencari tahu apa penyebab kawanan kera itu bisa turun dan dekat dengan manusia. Apakah karena habitatnya sudah terganggu, mungkin karena perambahan hutan di sekitar hutan Toboli ?. Atau karena bahan makanan mereka sudah mulai berkurang, atau ada penyebab lainnya, sehingga kawanan kera yang dulu tidak berani dekat dengan pengunjung sudah mulai dekat dengan manusia. Ini juga bisa jadi bahan evaluasi instansi terkait. Apakah bisa dijadikan salah satu objek wisata bagi pecinta binatang. “Tinggal bagaimana mengemasnya menjadi menarik dan agar tidak membuat kawanan kera itu terganggu,” terangnya. Kera jantan besar yang paling dekat dengan pengunjung. Karena dekatnya dengan pengunjung, kera besar itu mau mengambil sendiri buah yang disodorkan pengunjung. Hanya saja kera besar dan yang diduga paling tua dikawanannya tidak mau jika pengunjung hendak menyentuhnya. Jika ada pengunjung yang hendak mengusap kepalanya, kera tersebut langsung menghindar menjauh beberapa meter. Sementara kera lainnya lebih mengatur jarak, tidak mau mendekat dan hanya berharap dilemparkan makanan dari jarak sekitar 5 sampai 8 meter.
Pemilik warung makan tempat kawanan kera sering muncul, Fery mengatakan, awal-awalnya kawanan kera muncul hanya dua sampai lima ekor saja. Sebelumnya ada beberapa mahasiswa, yang mungkin melakukan penelitian kemudian membuangkan buah sambil mengamati jenis kera itu. Ketika itu kera-kera masih takut mendekat, hanya mengambil buah yang dibuang kemudian lari lagi ke atas pohon. Lama kelamaan, kawanan kera mulai banyak. Sekarang ini jumlahnya ada 29 ekor dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dua tahun terakhir karena, kata Fery, dia sering memberikan buah, akhirnya kawanan kera mulai sering muncul. Apalagi saat dipanggil, salah satu kera paling besar akan muncul, begitu melihat banyak orang berkumpul kemudian diikuti kera-kera lainnya. “Saya panggil kera besar dengan panggilan Heki. Seperti mengerti akan ada ada makanan atau banyak pengunjung yang akan memberi makan. Kera-kera itu ramai-ramai muncul dari bawah jurang,” tuturnya.
Masih kata Fery, untuk memancing agar kera-kera itu muncul, kadang dia dan istrinya melemparkan beberapa buah salak dan jeruk yang dijualnya di depan warung. Biasanya pengunjung juga membeli buah, selain untuk dimakan sendiri dan sebagian diberikan kepada kawanan kera. Beberapa warga lain ada juga yang membawa buah sendiri dan diberikan kepada kawanan kera. “Dulu ada kelompok mahasiswa. Tidak sempat Tanya dari mana. Mereka seperti penelitian, terkait perilaku kera-kera itu. Juga ada wisatawan asing yang kelihatannya peneliti yang merekam video dan mengambil foto kera-kera ini,” ujarnya.
Fery menambahkan, tidak setiap hari kawanan kera-kera itu bisa dilihat setiap pengunjung. Kadang muncul di saat-saat tertentu, mungkin pada saat makanan mereka di hutan berkurang. Kadang juga muncul, kalau tidak ada yang memberi makanan, akan kembali lagi ke hutan. “Pokoknya kalau ada makanan diberikan, kera-kera itu bertahan. Kalau sudah habis makanan tidak lama pergi lagi ke hutan,” katanya.
Bagi pengendara yang sering melintas di jalur Trans Sulawesi Toboli, tepatnya di kilo meter 15 munculnya kawanan kera hitam tanpa ekor itu menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung, maupun yang kebetulan melintas dan berhenti sejenak, baik yang hanya ingin melihat, memberi makan atau mengabadikan foto kera khas Sulawesi itu. “Sampai sekarang kawanan kera itu belum merasa terganggu dengan adanya pengunjung. Mudah-mudahan saja tidak ada menyakiti, sehingga munculnya kera-kera itu menjadi hiburan pengunjung,” kata Fery berharap. (**)