DAERAHDONGGALA

Keluarga Korban Tak Terima, Pasca Sidang Nyaris Chaos

TIDAK TERIMA : Keluarga korban marah, setelah sidang selesai menumpahkan kekeselannya. Tidak terima, persidangan mengarah ke sidang pembunuhan biasa.(FOTO : MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG)
Dilihat

DONGGALA-Sidang kasus pembunuhan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Donggala, Kamis (31/3), menjadi perhatian pengunjung. Pasalnya, pasca sidang nyaris terjadi “chaos” antara keluarga korban yang tidak menerima terjadinya pembunuhan ayah mereka, Husein (57), yang terjadi di Desa Jono Oge Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala, dengan petugas keamanan PN yang mengamankan fasilitas PN Donggala.

Pemicunya, keluarga tidak puas dengan hasil penyelidikan penyidik (Polri) terhadap kasus itu. Menurut keluarga, polisi menggiring kasus itu ke pembunuhan biasa yang dilakukan terdakwa Dikky Zulfahmi. Mestinya polisi sebagai penyidik dalam memeriksa harus itu cermat, bahwa kasus itu adalah pembunuhan berencana.

“ Kok polisi, saat diproses penyidikan, kita sudah berikan keterangan beberapa kali tentang pembunuhan berencana dan melibatkan beberapa pelaku yang lain, tetapi mereka (polisi) justeru yang mengarahkan kami. Informasi dan kesaksian kami dikesampingkan. Dan akhirnya kasus atau perkara ini hanyalah pembunuhan biasa bukan pembunuhan berencana, “ kata Ahmad Fauzi, anak Husein yang menjadi korban pembunuhan saat memberikan keterangan sebagai saksi, kemarin.

Isteri korban yang juga dihadirkan sebagai saksi kemarin, Hadiyah, mengungkapkan di depan persidangan bahwa ada petunjuk telah terjadinya sebuah upaya perencanaan pembunuhan terhadap suaminya, Husein, itu karena melihat ada batang kayu Jamal yang dibawa ke kebun, dimana rumah sementara Ramli ayah Dikky Zulfahmi tinggal sementara. Dijelaskannya keluarga Ramli warga Desa Sipi, tetapi tinggal di Desa Jono Oge dan menggembalakan ternak sapinya di sana.

“ Itu kayu Jamal sudah dikupas bersih dan dibawa ke atas gunung (kebun) itu sebuah petunjuk adanya perencanaan (perencanaan pembunuhan, red), “ ucap Hadiyah.

Menurut saksi Ahmad Fauzi, pembunuhan diawali setelah Ramli dan keluarganya dipanggil oleh Pemerintah Desa Jono Oge lantaran dilaporkan ternak sapinya masuk di pekarangan kebun milik korban Husein.

“ Itu sudah berkali-kali Ramli dan keluarganya dipanggil oleh pemerintah Desa Jono Oge, karena masuk di halaman kebun dan memakan tumbuhan yang ada di dalam kebun milik Husein, “ sebut Fauzi.

Pada hari Jumat, Mei 2021, Husein kedapatan sudah tidak bernyawa dengan sekujur tubuhnya. Dengan luka sayatan benda tajam, di bagian kepala dan belakang telinga korban. Juga sejumlah lebam-lebam di tubuh almarhum Husein.

“ Saya menemukan ayah saya, Husein, setelah saya ditelpon ibu saya bahwa ayah saya belum turun dari kebun. Karena beliau pegawai Syara dan harus ke masjid, tetapi pada pagi hari itu, ayah saya tidak turun lagi. Setelah saya mencari, dan menemukan ayah saya sudah terbujur kaku dengan luka-luka sayatan dan lebam-lembam di sepanjang tubuhnya, “ ungkap Ahmad Fauzi.

Sidang kemarin yang dipimpin Hakim Ketua Marzha Tweedo Dikky Paraanugerah, SH., MH, Hakim Anggota Andi Aulia Rahman, SH., MH, dan Arzan Rashif Rakhwada, SH., M.Kn. Didampingi Panitera Pengganti Andi Dewy, mendapat perhatian dari puluhan pengunjung siang itu.

Terdakwa Dikky Zulfahmi, tidak dihadirkan secara langsung, tetapi dihadirkan melalui virtual atau aplikasi zoom meeting. Sehingga amarah keluarga korban yang menonton langsung sidangnya di PN Donggala tidak terbendung, nyaris terjadi chaos. Petugas keamanan PN Donggala harus bekerja keras mengamankan pengunjung sidang.

Hingga terjadilah protes keras dari pihak keluarga yang tidak puas dengan jalannya persidangan, karena majelis hakim tidak “menggali” beberapa informasi yang disampaikan anak korban, Ahmad Fauzi maupun isteri korban Hadiyah bahwa kasus pembunuhan itu bukan dilakukan oleh satu orang saja, tetapi beberapa orang. Kemudian, lokasi pembunuhan atau TKP diduga bukan saat ditemukannya di kebun milik Lukman. Tetapi terjadi di tempat lain. Pembunuhan juga, diduga dilakukan secara berencana.

“ Ayah saya ini dibunuh di tempoat lain. Lalu dipindah, dimana saya menemukan jenazah ayah saya. Karena di situ tidak ada darah yang berceceran. Ini aneh, “ beber Fauzi.

Pengacara Salmin Hedar, SH, yang dimintai pendapatnya tentang apakah diperkenankan atau layak sebuah sidang di Pengadilan itu dilakukan secara virtual ? Kepada koran ini, Salmin berkomentar bahwa sidang kemarin tidak layak dan tidak etis, karena dilakukan secara tidak langsung (virtual).

“ Itu tidak bisa dilakukan sidang secara virtual. Harusnya terdakwa itu dihadirkan secara langsung, “ tutur Salmin Hedar.(mch)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.