PALU – Paham radikalisme yang sempat tertanam di diri seorang mantan terpidana kasus terorisme berinisial Ir alias A pelan-pelan mulai hilang. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Makassar tekadnya bulat untuk tidak bergabung lagi dengan jaringan terorisme mana pun.
Dia ditangkap pada 2019 silam, karena melakukan pembakaran salah satu rumah ibadah di Kabupaten Poso. Setalah diproses hingga ke pengadilan, Ir divonis dua tahun penjara dan menjadi narapidana kasus terorisme (Napiter). Kini warga Poso tersebut, kembali menata kehidupannya usai beberapa bulan yang lalu keluar dari Lapas Makassar.
Ir menceritakan, awal dirinya terpapar paham radikal dimulai sejak dirinya mengenal internet saat remaja. Ketika itu dia banyak menyaksikan sejumlah doktrin-doktrin paham radikal yang disaksikannya di youtube. Pemahaman awal yang didapatkannya terkait radikalisme itu, menjadi jalan masuknya bertemu dengan seseorang yang mengajaknya bergabung dalam grup aplikasi telegram, yang terhubung langsung dengan jaringan ISIS di Suriah.
Pada tahun 2017, dirinya pun mendeklarasikan diri untuk bergabung dengan jaringan kelompok radikal di Kabupaten Morowali. Dia juga sempat merencanakan teror ke sejumlah tempat hiburan malam dan juga perusahaan tambang. Namun hal itu tidak berhasil.
Baru pada sekitar tahun 2019 ketika kembali ke Kabupaten Poso, dirinya melakukan teror dengan membakar satu rumah ibadah, bersama seorang rekannya. Atas aksinya tersebut Ir, divonis dua tahun penjara dan harus mendekam di Lapas Makassar. “Selama di Lapas, saya sering dijenguk oleh kelompok tersebut untuk kembali melakukan aksi teror di Poso,” sebutnya.
Namun, ajakan itu tak diikuti oleh Ir. Setelah dua tahun dipenjara, pada 14 April 2021 Ir akhirnya bisa bebas. Di tengah kebebasannya, Ir yang sudah memutuskan diri untuk tidak mau bergabung dalam kelompo radikal ini, masih belum memiliki pekerjaan tetap. “Saya sempat mau jadi pengepul solar. Tapi kayaknya itu pekerjaan yang tidak tetap,” jelas Ir.
Dia berkeinginan ada pekerjaan tetap yang bisa menghidupi dirinya dan juga istri. Saat ini Ir masih menumpang tinggal di rumah keluarganya. Besar harapannya, pemerintah bisa melihat nasib mereka mantan pelaku teror ini, untuk diberikan keahlian khusus agar bisa benar-benar bermanfaat di tengah-tengah masyarakat.
Apalagi dirinya telah menyatakan diri untuk tidak lagi berhubungan dengan jaringan kelompok teror manapun. Ir juga mengaku, bahwa keterlibatannya sebagai simpatisan kelompok radikal, merupakan sebuah kesalahan dalam mendalami ilmu agama. (**)