HUKUM KRIMINAL

Kajati Sulteng: Saya Tidak Mau Dipaksa-Paksa

Dilihat

Nyatakan Proyek Jalan di Sigi Sudah DIklarifikasi BPK Sulteng

Sampe Tuah

PALU – Kepala Kejati Sulteng, H Sampe Tuah, SH memimpin konferensi pers di Kantor Kejati Sulteng, kamis (20/7). Salah satu bahasan menarik yang ditanyakan wartawan pada kesempatan itu adalah masalah Sigi. Dugaan kerugian negara temuan BPK-RI perwakilan Sulteng sebesar Rp9,4 miliar terhadap dua paket proyek jalan tahun 2015.

Sampe Tuah menegaskan, dalam penanganan perkara di Kejati saat ini, jajarannya mengedepankan objektivitas atau kebenaran. Bukan dipaksa-paksa untuk hal yang tidak benar. Sebab, Kejati selalu komitmen dan serius dalam penanganan perkara, termasuk masalah Sigi.

“Sebab tidak main-main menetapkan orang menjadi tersangka. Makanya kami lebih bersungguh-sungguh, serius dan berhati-hati,”jawab Kajati untuk wartawan yang menanyakan masalah Sigi,” sebutnya.

Termasuk kepada wartawan dan mereka yang turun unjuk rasa terkait masalah Sigi, diharapkan supaya tetap menjunjung nilai-nilai objektifitas, karena semua masih berkeluarga. Sampe Tuah menegaskan dia tidak akan terpengaruh dengan unjuk rasa dalam penanganan perkara.

“Tidak perlu teriak-teriak Sampe Tuah, Sampe Tuah. Karena 11 tahun yang lalu, saya menjabat Aspidsus dan telah banyak menangani perkara disini. Dan sampai sekarang belum ada perkara yang saya hentikan,” tegasnya.

Masalah Sigi yang temuan Rp 9,4 miliar, itu berdasar LHP BPK Sulteng.  Itulah yang jadi rujukan sehingga Kejati melakukan penyelidikan beberapa bulan lalu. Dalam perjalanannya, kemudian telah dilakukan ekspose perkara. Setelah itu ditingkatkan lagi ke penyidikan.

“Tapi sifatnya masih penyidikan umum, belum sampai penetapan tersangka,”jelasnya.

Tapi tiba-tiba, lanjut Sampe Tuah, BPK Sulteng mengirim surat ke Kejati. Isi surat itu menyatakan bahwa masalah Sigi tidak bisa lagi ditindaklanjuti. Karena itulah, diperlukan keterlibatan ahli disini. Itulah nanti yang akan dilihat perkembangannya ke depan.

“Masalah Sigi masih tetap. Kami akan meminta pendapat ahli,” jelas Sampe Tuah.

Sementara itu, Aspidsus Kejati Sulteng, Joko Susanto mengatakan soal Sigi tetap ditindak lanjuti. Hanya saja, jika upaya yang dilakukan Kejati tetap mentok dan kembali ke hasil hitungan BPK yang menyatakan tidak dapat lagi ditindaklanjuti, apa boleh buat dan harus diterima.

“Hasil perhitungan BPK tetap jadi dasar,” tandas Joko.

Diberitakan sebelumnya, informasi yang dihimpun koran ini dari beberapa sumber terpercaya menyebutkan beberapa hal mendasar. Disebutkan bahwa, temuan BPK-RI perwakilan Sulteng Rp9,4 miliar bersumber dari dua pekerjaan proyek.

Pertama, pembangunan jalan ruas Peana-Kalamanta dengan nilai kontrak Rp20 miliar lebih. Temuan BPK di sini disebutkan Rp8,1 miliar lebih. Kedua, pembangunan ruas jalan Sadaunta-Lindu yang nilai kontraknya Rp7,7 miliar.

BPK menyebutkan ada temuannya Rp1,3 miliar lebih. Adanya temuan tersebut bukan karena kekurangan volume pekerjaan di lapangan, melainkan perbedaan persepsi dalam mengasumsikan waktu dan penggunaan peralatan di lapangan.

Jalan Peana-Kalamanta rencananya akan menghubungkan Sigi dengan Kabupaten Luwu Utara, Sulsel. Terbukanya jalan ini merupakan dambaan dan harapan masyarakat di daerah perbatasan, supaya ruas jalan ini terwujud menjadi akses antar provinsi.

“Sikap Pemkab Sigi sendiri menyikapi temuan BPK, memanfaatkan waktu 60 hari sesuai aturan yang berlaku untuk melakukan klarifikasi. Saat klarifikasi, diikutsertakan seluruh data dan administrasi pendukung untuk memperkuat hasil pelaksanaan lapangan dengan volume yang dibayarkan telah sesuai,”jelas sumber yang tak mau disebut identitasnya.

Juga dikatakan, bahkan berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan BPK-RI perwakilan Sulteng terhadap tindaklanjut atas temuan Rp9,4 miliar, pada saat laporan BPK semester 1 temuan tersebut telah dinyatakan selesai.

BPK perwakilan Sulteng sendiri telah memberikan klarifikasi sesuai surat yang disampaikan Kejaksaan Tinggi Sulteng. Isi klarifikasinya, terhadap dua proyek tersebut telah dinyatakan selesai dan tidak ada kerugian negara di dalamnya.

“Kejaksaan Tinggi Sulteng juga telah memeriksa dan melakukan peninjauan lapangan. Kejati mendapatkan benar ada kegiatan dan selesai dikerja sampai dibatas desa paling ujung di Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi,”demikian sumber. (cdy/cam)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.