
DIPROTES : Warga Ogo Taring Kecamatan Lamapsio, saat memprotes pihak perusahaan yang mulai menurunkan peralatan beratnya di Desa Ogo Taring Tolitoli.
TOLITOLI-Dalam rilisnya yang diterima redaksi kemarin, Jaringan Tambang (Jatam) Sulteng menegaskan, aparat penegak hukum harus segera memeriksa pimpinan PT Prima Tambang Indonesia (PTI) atas dugaan tindakan ilegal mining yang dilakukan di Kecamatan Lampasio, Kabupaten Tolitoli.
Terkait aktivitas pertambangan PT PTI yang berada di Desa Ogo Taring Kecamatan Lampasio Kabupaten Tolitoli, ungkap Moh Taufik Eksekutif Kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng, patut diduga aktivitas ini adalah illegal.
“ Karena menurut data kami dari Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah, IUP eksplorasi yang dikantongi PT Prima Tambang Indonesia dengan Nomor IUP 13 Tahun 2012 dengan luas 4.788 hektare, dengan komoditas emas hanya berlaku selama tiga tahun sampai dengan 2015, sejak ditandatangani pada tahun 2012. Sehingga kami menganggap aktivitas eksplorasi yang dilakukan sampai dengan hari ini, patut diduga adalah sebagai tindakan ilegal, karena tidak mengantongi izin apapun dari instansi terkait yang mengatur soal pertambangan. Setelah berakhirnya izin usaha pertambangan dan tahap eksplorasi di tahun 2015, dan pihak perusahaan juga tidak pernah melakukan perpanjangan izin atau peningkatan tahapan izin dari eskplorasi ke izin oeprasi produksi, “ papar Moh Taufik, Jumat (23/11).
Menurut Taufik, aktivitas eksplorasi dilakukan oleh PT PTI, yang juga diduga masuk dalam kawasan hutan lindung. “ Ini patut juga kita duga sebagai salah satu tindak pidana kehutanan, karena data yang dimiliki oleh Jatam Sulteng terkait perusahaan tambang yang mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan untuk tahapan IUP ekplorasi. Hanya ada dua perusahaan tambang yang mengantongi IPPKH dari Kementrian Kehutanan, pertama PT Bumi Cerah Cemerlang di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), dan yang kedua PT Replika Citra Adhigraha yang juga berada di Kabupaten Parimo.
“ Sehingga menurut hemat kami, pertama aktivitas pertambangan ini jelas melanggar Pasal 160 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menjelaskan ”Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), “ bebernya.
Dijelaskannya lagi, aktivitas eksplorasi yang dilakukan oleh PT PTI, yang diduga masuk (mencaplok, red) dalam kawasan hutan lindung jelas melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Pasal 50 Ayat (3) huruf g yang menjelaskan “melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri, dan Pasal 78 ayat (6) yang menjelaskan “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan denda paling 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sehingga, tandasnya, terkait aktivitas pertambangan PT PTI yang berlangsung sampai hari ini di Desa Ogo Taring Kecamatan Lampasio yang beroperasi tanpa izin, jelas melanggar aturan, yang menimbulkan kerugian bagi negara dan lingkungan.
Untuk itu, tegas Moh Taufik, Jatam Sulteng meminta kepada intansi terkait dan aparat penegak hokum, khususnya Polres Tolitoli. Pertama, untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan yang sedang berlangsung. Karena dugaan kami telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan melanggar Undang-Undang Pertambangan dan Undang-Undang Kehutanan.
Kedua, meminta segera memeriksa pimpinan perusahaan PT PTI karena dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan. 3. Meminta kepada instansi terkait khususnya Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah untuk mencabut izin PT PTI, karena dugaan tindak pidana yang dilakukan.(mch)