PALU – Dewan Penasehat Hiswana Migas Sulteng, H Syamsudin Oemar mengajak masyarakat umum yang berkecukupan untuk tidak menggunakan LPG bersubsidi 3 kg. Pasalnya, LPG 3 kg peruntukkannya hanya bagi masyarakat kurang mampu. Pun demikian penggunaan BBM bersubsidi jenis premium maupun solar.

” Harus ada budaya malu menggunakan yang bersubsidi seperti LPG 3 kg maupun BBM bersubsidi. Saatnya beralih ke non subsidi,” imbau Dewan penasehat Hiswana Migas Sulteng saat dikonfirmasi via ponselnya.
Keprihatinan H Syamsudin Oemar yang juga penasehat MUI Kota Palu terkait naiknya harga LPG 3 kg yang dijual di kios-kios pengecer sangat membebani masyarakat kurang mampu. Pun demikian terjadinya antrean di sejumlah SPBU untuk BBM bersubsidi.
Pemerintah kata Syamsudin sudah menyediakan LPG non subsidi mulai ukuran terkecil 5,5 kg jenis Brightgas. Pun demikian juga untuk BBM non subsidi jenis Peralite untuk mesin bensin dan Dexlite untuk mesin diesel.
”Sebagai ummat beragama kita harus yakin setiap aktivitas kita ada yang awasi. Jangan memanfaatkan haknya masyarakat kurang mampu. Kita budayakan malu pakai LPG 3 kg dan menggunakan BBM bersubsidi,” imbau penasehat MUI Kota Palu itu.
Penggunaan Brightgas 5,5 kg kata Syamsudin, lebih aman dan cocok untuk masyarakat berkecukupan. Selain design tabung yang kuat, sistem pengaman pada tabung brightgas sudah dilengkapi dengan katub dan valve double Splinder yang dapat mengatur kestabilan nyala api. Perbandingannya kata Syamsudin, memakai satu tabung brightgas setara dengan tiga tabung LPG 3 kg.
”Tidak perlu antre karena tabung brightgas mudah diperoleh. Bahkan pihak agen brightgas siap melayani ke rumah rumah maupun warung warung,” ungkapnya.
Sementara keunggulan menggunakan BBM non subsidi jenis pertalite kata Syamsudin mengutip data pertamina, menjadikan mesin awet dan tarikan mesin jadi ringan. Perbandingan menggunakan satu liter pertalite setara satu liter lebih premium. ”Jadi banyak manfaat dan keunggulan menggunakan BBM non subsidi yang memiliki kualitas lebih,” sebutnya.
Sebagai penanggungjawab BBM satu harga di kepulauan Wakai Kabupaten Tojo Una-Una, H Syamsudin Oemar memberikan contoh bahwa masyarakat nelayan di Togean sudah cerdas menggunakan BBM berkualitas jenis pertalite. Padahal hadirnya BBM penugasan jenis premium di SPBU Kompak Kecamatan Una-Una, dekat pelabuhan Wakai bagian dari program pemerintahan presiden Joko Widodo yang berkeadilan.
”Masyarakat kepulauan Togean sudah terbiasa membeli BBM mahal. Sebelum hadir BBM satu harga di Wakai, harga sebotol bensin kemasan botol mineral dijual Rp10 ribu,” ungkap H Syamsudin seraya menyebut sekira 60-75 persen para nelayan memilih menggunakan BBM pertalite yang dibanderol Rp8 ribu.
Kalaupun ada yang tetap menggunakan premium lanjut Syamsudin, biasa BBM premium tersebut dicampur dengan pertalite biar membuat mesin katinting tetap ringan tarikannya. Yang selalu diharapkan para nelayan di kepulauan adalah ketersediaan stok BBM mengingat suplai BBM ke Wakai diakui oleh masyarakat sebelumnya sangat susah. Namun dengan hadirnya SPBU Kompak di Una-Una kata Syamsudin selaku pengawas BBM satu harga di kepulauan Una-Una itu, ketersediaan stok selalu stabil berkat jaminan suplai pertamina dari Depot di Kabupaten Poso. (Lib)