
PALU – Jufri (33), menambah deretan korban digigit buaya dalam beberapa tahun terakhir khususnya di Lorong Malaya, Jalan Towua, Palu. Jufri yang sehari-harinya bekerja sebagai penambang pasir di Muara Sungai Palu memang masih diberi keselamatan. Pada Sabtu malam (2/6), Jufri digigit buaya sungai Palu.
Bapak dua anak ini digigit buaya pada kaki kanannya saat ingin naik ke darat setelah selesai menyedot pasir, berjarak 500 meter dari Jembatan II di arah selatan.
Informasi yang diperoleh, posisi Jufri saat itu sudah selesai mengisi pasir ke truk dan berencana naik ke darat. Tetapi ketika dia menarik selang, terasa berat seperti tersangkut pada sesuatu di dalam air. Jufri kemudian berinisiatif meraba selang dengan menggunakan kakinya. Namun naas, ketika kaki kanannya merasakan menyentuh sesuatu di dalam air ternyata yang disentuhnya adalah buaya dan langsung menggigit kakinya.
“Langsung digigit di kaki, dia ingin tarik ke tempat dalam, saya berusaha menarik kaki tapi tidak bisa, jadi saya buka mulutnya dengan kedua tangan dan kaki saya terlepas,” jelas Jufri kepada Radar Sulteng saat masih terbaring di tempat tidur pasien di Puskesmas Bulili, Jalan Adam Malik.

Di kaki kanannya terdapat tiga lubang, masing-masing dua lubang dibetis dan satu lubang di paha, serta satu goresan pada bagian lutut. Satu dari tiga lubang itu harus mendapat dua jahitan. Sedangkan jari telunjuk tangan kiri Jufri harus dijahit 10 jahitan, karena dia berusaha membuka mulut buaya yang menggigit kakinya.
“Saya bergegas ke darat dengan kaki berlumuran darah. Sudah tidak menoleh ke belakang lagi untuk melihat apakah buaya mengejar atau tidak,” lanjut Jufri.
Menurutnya, posisi air saat dia digigit sampai di dada. Sehingga dia tidak melihat langsung ukuran dari reptil yang memiliki nama latin crocodylus porosus ini. Namun Jufri mengakui buaya ini mungkin saja berukuran cukup besar. “Saya kan sempat pegang kepalanya, saya raba-raba,” cerita Jufri.
Warga Jalan Towua yang juga keluarga Jufri di Puskesmas Bulili menuturkan, di sungai Palu tepatnya di sekitar Jalan Malaya atau dekat jembatan II Jufri adalah korban keempat digigit buaya, saat melakukan aktivitas menambang pasir. “Yang saya ingat sudah empat orang yang digigit buaya di sungai tidak jauh dari tempat Jufri digigit buaya,” kata warga yang enggan menyebutkan namanya.
Minggu (3/6) pagi, pantaun Radar Sulteng di lokasi Jufri diterkam buaya, penambang lainnya tetap beraktivitas seperti biasa. Saat itu ada dua truk yang sedang mengisi pasir. Sekitar 100 meter, warga lain juga sedang asyik melihat buaya yang sedang berjemur. Dugaan warga buaya inilah yang sudah menggigit Jufri Sabtu malam.
Sementara dari sisi medis tidak ada efek samping akibat gigitan buaya tersebut. Hanya saja Jurfri korban digigit buaya harus rutin chek-up ke dokter. “Sering yang digigit buaya datang ke sini, tahun lalu juga ada, masih remaja, dia mengalami robek di bagian paha,” terang Christina, perawat Puskesmas Bulili.
Sementara Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng melalui Kepala Seksi Wilayah I, Haruna, berpesan agar para penambang dapat menaati waktu-waktu dimana buaya sedang aktifnya mencari makan. Dari pukul 16.30 sore sampai 08.00 pagi dia meminta agar penambang tidak beraktivitas di sekitar sungai.
“Bukan saat ini musim kawinnya, tetapi memang aktifnya dia cari makan mulai sore hari sampai besok pagi. Saya pesan penambang pasir jangan beraktivitas,” tegas Haruna.
Sehari sebelumnya, BKSDA Sulteng juga mengevakuasi buaya yang ditangkap warga Kelurahan Nunu, Kecamatan Tatanga, pada Jumat (1/6) sekitar pukul 16.00 wita. Buaya dengan ukuran 3,57 meter berjenis kelamin betina ini menjadi tontonan masyarakat di Tanggul Nosarara, sebelum di bawa ke kantor BKSDA pada Sabtu (6/2) sekitar pukul 12.00 wita.
“Kami tangkap karena sudah menyeberang ke pemukiman warga tepatnya di salah satu kolam warga di Jalan Kalora, dan di sekitar lokasi itu banyak anak-anak bermain,” kata Iskandar, satu dari empat orang warga yang memberanikan diri menangkap buaya ini.
Saat proses evakuasi tim BKSDA Sulteng sempat beradu mulut dengan warga. Pasalnya, buaya yang ditangkap warga sudah terlebih dahulu ditempatkan di salah satu kolam di Tanggul Nosarara untuk dijadikan tontonan warga. Namun pengamanan kolam ini belum memenuhi kriteria dari BKSDA. Sehingga setelah diberikan pemahaman dan tata cara penangkaran yang aman barulah warga merelakan buaya tersebut. BKSDA akan menunggu jika memang warga Kelurahan Nunu ingin mengurus prosedur penangkaran buaya dalam beberapa hari ke depan. Jika tidak, maka buaya ini akan dikirim ke luar daerah di lokasi penyelamatan satwa.
“Ini pertama kali warga saya menangkap buaya, tetapi sering juga naik di pinggir sungai. Selain meresahkan juga jadi tontonan,” sebut Lurah Nunu, Moh Yusuf.
Karena sudah membahayakan, Moh Yusuf berharap ada jalan keluar terkait buaya ini ke depannya. Apalagi ada warganya yang sudah pernah digigit saat memancing. “Sebagai pemerintah Kelurahan saya berharap ada seperti penangkaran, karena buaya ini sudah masuk ke pemukiman,”lanjutnya
Radar Sulteng juga memantau beberapa bagian sungai Palu yang tidak dibentengi dengan tanggul membuat reptil melata ini dengan sesuka hati untuk bolak-balik dari sungai ke darat. (acm/win)