PALU – Usai menggelar sidang ketua Majelis Hakim I Made Sukanada, hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu ini, mendapat bunga dari koalisi Gerakan Perempuan Bersatu Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (29/1) kemarin. Bunga yang diterimanya, dengan berbagai warna tersebut, merupakan bentuk solidaritas dan dukungan terhadap RR.

Diketahui RR merupakan korban dalam perkara tindak pidana perlindungan anak yang dilakukan mantan anggota DPRD Kota Palu Abdul Rahman M Rifai alias Om Dul. Di setiap tangkai bunga dibubuhi kertas, berisi tulisan pesan. Salah satu di antaranya keadilan untuk berpihak terhadap korban. Setelah menerima bunga itu, I Made Sukanada mengatakan, akan membaca pesan-pesan dalam setiap tangkai bunga yang diberikan.
Sidang yang menjerat terdakwa Abdul Rahman M Rifai, karena dugaan melakukan asusila terhadap korban RR masih berlangsung tertutup. Hari itu sedianya juga ditetapkan rencana pengambilan sumpah diatas alquran (Sumpah Pocong) antara terdakwa dan diri korban termasuk keluarga masing masing para pihak. Sayang rencana itu diundur hingga Rabu (31/1).
Sidang hanya digelar dengan agenda pemeriksaan terdakwa Abdul Rahman Rifai alias Om Dul. Ditemui usai sidang pendamping korban, Salma Masri mengatakan, aksi solidaritas dilakukan untuk mengawal hakim dan jaksa beserta jajaranya agar tetap berjalan pada koridornya. Sehingga akan memberikan efek pada terdakwa, karena korban adalah anak dibawah umur. “Jadi aksi ini lahir dengan sendirinya. ini untuk memperlihatkan bahwa kasus ini dipantau oleh semua pihak, terutama lembaga perempuan,” urainya kepada sejumlah awak media.
Salma menguraikan, sedikit jalannya persidangan yang berlangsung tertutup. Agenda sidang pemeriksaan terdakwa itu, banyak hal yang disampaikan terdakwa, dan pada intinya terdakwa tetap tidak mengakui perbuatannya. Hanya saja keterangan terdakwa yang terus dikejar hakim, baginya sangat merugikan terdakwa sendiri. “Hakim telah mengingatkan kepada terdakwa agar jangan memberikan keterangan berbelit-belit, akui saja untuk meringankan tuntutan, tetapi terdakwa tidak mengakuinya,” urai Salma yang mewakili pihak korban di dalam persidangan.
Lanjut Salma, banyak bukti di persidangan dan bukti di BAP disangkali terdakwa. Berbeda dengan keterangan dari pihak keluarga korban, keterangan dari pihak keluarga korban semua sesuai dengan hasil BAP. Mirisnya lagi dalam pemeriksaan saat itu, terdakwa jika dinilai berbelit selalu saja mendesak majelis hakim untuk dilakukan sumpah pocong. “Atas itu hakim memberikan ruang memfasilitasinya dan dari pihak tim penasehat hukum terdakwa juga menantang korban dan keluarganya turut disumpah pocong. Sumpah pocong akan digelar Rabu (31/1),” jelas Salma.
Dipersidangan tertutup itu, terdakwa juga dikabarkan meminta agar dihadirkan ahli yakni dokter pribadi terdakwa. Dokter itu rencananya diminta untuk menjelaskan apakah orang berpenyakit diabetes akan berdampak impoten permanen. Selain itu, Hakim minta JPU hadirkan ahli , dokter diabetes netral tidak mengenal terdakwa, sehinga lebih berimbang dan bisa menjadi pertimbangan hakim sebelum memutuskan.
Ditemui terpisah Abdul Rahman M Rifai mengaku, merasa dirinya terdzalimi, laporan asusila dibuat dikarenakan mobil truck yang diberikan kepada bapak korban sebagai pencari nafkah ditariknya dan adanya piutang Rp22 juta. Selain itu kata mantan anggota DPRD dua periode ini , bagaimana mungkin dirinya yang mempunyai penyakit diabetes, bisa melakukan perbuatan asusila kepada gadis hanya dalam jangka 10 menit dan dalam kondisi tempat yang sempit. “Jadi semua dakwaan JPU itu bohong,” katanya.
Untuk itu dirinya siap sumpah pocong dan menanggung resiko dari sumpah yang diucapkan tersebut dalam sehari. Jika dia berbohong, dirinya siap untuk menghadap sang halik hari itu juga. Sementara Penasehat terdakwa Fajrin SH mengatakan, selama proses awal sampai persidangan banyak keterangan-keterangan saksi, khususnya dari saksi korban dan keluargamnya yang dinilai janggal dan tidak sesuai fakta. Seperti bila terjadi asusila mengapa tidak hal ini tersebut yang semestinya dilaporkan kepihak kepolisian lebih dulu. Malah melaporkan tindakan penganiayaan. “Kemudian bukti-bukti diajukan kabur, dimana celana dalam korban dipakai pada saat kejadian tidak turut diajukan sebagai bukti,” imbuhnya. (cdy)