PALU – Aksi penolakan tambang yang berlangsung di Desa Sinei, Sabtu (12/2/2022) dan berujung duka, akibat salah seorang massa aksi meninggal dunia, diduga tertembak peluru senjata api mendapat tanggapan dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Dalam pressrelease GMKI yang diterima redaksi Radar Sulteng, menguraikan sebagaimana diketahui aksi tersebut bermula akibat aspirasi warga yang berasal dari Kecamatan Toribulu, Kasimbar dan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) tidak direspon secara bijaksana oleh Pemerintah Provinsi dan Kepolisian Resort Parigi Moutong yang bertindak secara represif hingga menimbulkan korban jiwa.
“Seharusnya bukan kekerasan yang harus diterima warga melainkan solusi nyata dari pihak terkait, mengingat aksi mereka didasari oleh hak untuk bertahan hidup,” kata Koordinator Wilayah Pengurus Pusat GMKI Sulawesi Tengah, Robert.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, bahwa IUP Pertambangan PT. Trio Kencana sudah kadarluarsa dan area konsesi tambang seluas 15.725 Ha mencakup wilayah pemukiman, perkebunan dan pertanian warga.
“Jika melihat dari akar masalah penolakan warga, maka seharusnya pemerintah daerah lebih cermat menyikapi persoalan yang lebih substantif dan bukan melalui cara-cara yang represif hingga menimbulkan korban jiwa,” ungkapnya.
Masih menurut Robert, terbunuhnya salah seorang warga yang tergabung dalam massa aksi tersebut menandakan bahwa pimpinan kepolisian tidak memegang kendali penuh terhadap aparat yang sedang bertugas di lapangan.
“Kapolri harus mengevaluasi kasus tersebut dan tidak tebang pilih dalam menindak anggotanya ditingkatan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan secara khusus Kepolisian Resort Parigi Moutong,” tegasnya. (*/ron)