PALU-Ketua Shrimp Club Indoensia (SCI) Dr. H. Hasanuddin Atjo menjelaskan soal pentingnya komoditi udang saat ini. Dunia berlomba-lomba untuk memaksimalkan pengelolaan dan hasil budidaya udang. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) SCI di Bali 18-19 Mei 2022, kata Hasanuddin terkait apa yang menjadi prasyarat jika Indonesia berkeinginan kuat menjadi produsen udang terbesar. Mengalahkan negara lain dengan SDA terbatas jauh dibawah Indonesia.
Dikatakannya, pemerintah memiliki keinginan agar menjadi produsen udang terbesar dunia. Keinginan ini tergambar dari proyeksi Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, akan menggenjot produksi udang naik sebesar 250 persen dari 800 ribu ton di 2019 menjadi 2 juta ton pada akhir tahun 2024.
“ Keinginan itu dinilai sangat relevan dan beralasan, karena peningkatan produksi udang, menjadi salah satu major project Presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin priode 2019-2024 dari 141 major project. Selain itu, pasar makin terbuka, dan permintaannya terus meningkat. Dunia kekurangan suplai diperkirakan 1,5 juta ton dari kebutuhan 6 juta ton, “paparnya.
Memiliki garis pantai terpanjang kedua, yaitu hampir 100 ribu km. Beriklim tropis, dan merupakan negara yang berbasis kepulauan serta memikiki potensi areal pertambakan sekitar 1,5 juta hektare, ikut memperkuat keinginan menjadi yang terbesar. Dan untuk itu diperlukan sebuah skenario “lompatan” cepat, tepat, serta implementatif.
Kata dia, Equador, India dan Vietnam boleh dikatakan pendatang baru dalam usaha budidaya udang dan saat ini menjadi tiga besar produsen udang dunia. Ketiga Negara ini menggeser seniornya Indonesia maupun Thailand yang sejak lama dikenal sebagai negara “jago” dalam budidaya udang, lebih khusus jenis Peneaus monodon.
Meskipun garis pantainya sekitar 2.700 km, Equador di tahun 2021 menjadi produsen udang terbesar dengan produksi mendekati 1,2 juta ton, menyusul India berproduksi di tahun yang sama sekitar 800 ribu ton dengan garis pantai 8.700 km, serta Vietnam yang bergaris pantai 3.700 km berproduksi sekitar 600 ribu ton di 2021 (the global shrimp aquaculture survey-forcase, 2021)
Indonesia menurut data the global shrimp, di 2021 produksi udangnya mendekati 500 ribu ton, sementara data KKP tercatat sekitar 900 ribu ton. Menjadi pertanyaan kemudian bagaimana skenario ketiga negara itu sehingga dengan potensi SDA terbatas, lebih kecil dari Indonesia, kemudian bisa menjadi terbesar?.
Elaborasi menjadi kata kunci dari kesuksesan Equador, India maupun Vietnam. Setidaknya terdapat tiga pendekatan yang dielaborasikan yaitu (1) genetic improvement, (2) internal and external enviroment improvement, (3) mechanization digital integration.
“ Equador didalam pengembangan genetic improvement jenis udang vaname, memerlukan waktu yang lebih pendek sekitar empat tahun, dibanding dengan metoda lama yang membutuhkan waktu antara 10-15 tahun. Elaborasi inovasi dan teknologi menjadi percepatan akan hal itu. Integrasi mekanisasi digital dalam analisis DNA, menjadi salah satu pembaharuan yang menonjol, “ ungkapnya.
Menurutnya, saat ini di Equador, Florida maupun Hawai memiliki dua infrastruktur dasar yang terkait dengan produksi induk udang vaname yaitu (1) NBC Nucleus Breeding Center, dan (2) BMC, Breeding Multification Center. NBC, tempat perekayasaan genetik guna menghasilkan parents stock, nenek moyang induk induk udang sesuai dengan kebutuhan spesifik.
“ Setidaknya terdapat enam tahap yang terintegrasi secara vertikal membangun industri udang yang kuat dan berdaya saing yaitu NBC-BMC-hatchery-Nursery-Budidaya di tambak dan Prosessing. Di NBC adalah tahapan yang paling sulit, namun menjadi kunci sukses dalam industrialisasi udang, “ ucapnya.
Berbagai komoditi pangan lainnya bisa menjadi contoh sukses , dan salah satunya kesuksesan dalam rekayasa genetik ayam pedaging maupun petelur. Dan kini komoditi pangan ini bisa diproduksi secara massal, terencana dan terkendali sesuai dengan trend kebutuhan. Dan ini menjadi salah satu skenario memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat dunia.
BMC, adalah tempat perbanyakan calon induk udang hasil rekayasa di NBC. Dan BMC bisa dibangun di lain negara atau tempat lain yang berbeda benua sekalipun. Vietnam India, Thailand, Singapura dan di Indonesia atas prinsip kerjasama, elaborasi telah dibangun sejumlah BMC.
Hatchery Indonesia secara umum mengimpor calon induk udang dari BMC yang berada di Hawai, Florida dan Equador. Ada sejumlah NBC, sekaligus memikiki BMC berkelas dunia diantaranya: Kona bay, SIS Syaqua, Benchmark, Molokai, Sea Product Development, Geniaqua, American Penaeid, dan Oceanic Institute.
“Indonesia sesungguhnya memiliki fasilitas NBC-BMC, dan dibangun kurang lebih 15 tahun lalu, yaitu PT Global Gen di Nusatenggara Barat, dan BPIU2K (KKP ) di Karangasem Bali. Kinerja keduanya hingga kini, masih kalah bersaing dengan NBC dan BMC dunia lainnya. Ini akan menjadi salah satu sebab impor induk tetap berlangsung, “ sebutnya.
Dalam lima tahun terakhir ada dua hatchery skala besar di Indonesia membangun infrastruktur BMC dan bekerjasama dengan NBC dunia ternama. Hasilnya, kinerja benih yang dihasilkan terbukti jauh lebih bersaing, karena nenek moyang induk udang yang di proses di NBC, menyesuaikan dengan kebutuhan. Hanya saja BMC yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
“NBC, bisa merancang induk bebas penyakit, SPF Specific Phatogen Free, yang tumbuh cepat dengan angka kehidupan tinggi; SPF yang tumbuh cepat dan toleran pada lingkungan ekstrim (salinitas tinggi dan rendah), SPF tumbuh cepat dan toleran terhadap penyakit virus atau bakteri tertentu. Intinya NBC bisa melahirkan pasangan induk udang sesuai dengan kebutuhan spesifik local, “ ulasnya.
“Menjadi produsen terbesar di dunia dengan produksi udang 2 juta ton di akhir 2024, membutuhkan induk udang dalam jumlah besar dengan variasi genetik yang luas, karena Indonesia adalah negara berbasis pulau dengan agroklimat maupun kondisi lingkungan perairan yang berbeda satu sama lain, “ serunya.
Induk udang yang akan digunakan di Sulawesi tentunya akan berbeda dengan yang digunakan di pulau Jawa karena kelayakan lingkungan yang berbeda misalnya. Demikian juga halnya dengan tambak udang yang menerapkan teknologi Supra Intensif, Intensif, semi intensif dan teknologi sederhana memerlukan variasi genetik berbeda.
Berdasarkan kalkulasi setidaknya Indonesia akan menbutuhkan induk udang sebesar 5-6 juta pasang guna mereaksikan target 2 juta ton udang. Dan untuk itu dibutuhkan BMC antara 50-60 unit dengan asumsi bahwa setiap BMC dapat memproduksi sebanyak 100.000 pasang induk per tahun.
Dari uraian di atas memberi satu informasi bahwa penyediaan induk udang berkualitas secara cepat, dan tepat serta berkesinambungan menjadi kunci sukses. Bukanlah pekerjaan mudah membangun unit BMC sebanyak itu. Diperlukan satu skenario dukungan kebijakan untuk investasi dalam membangun BMC bahkan NBC.
Sektor swasta harus didorong agar mampu membangun networking, elaborasi itu dengan NBC ternama di dunia. Trust, kepercayaan dari sektor swasta dinilai belum cukup untuk tujuan itu, dan sangat perlu dukungan pembiayaan, karena membutuhkan investasi yang tidak sedikit, serta tidak boleh tanggung.
“NBC-BMC yang telah dibangun di Indonesia dinilai tanggung, karena baik infrastruktur, dukungan biaya riset dan operasional tidak update sesuai perkembangan kebutuhan. Diperlukan perhatian dan regulasi khusus untuk itu, agar investasi yang telah digelontorkan tidak jadi sia sia, “ ujarnya.
Disimpulkannya, target produksi udang sebanyak 2 juta ton di akhir 2024, tidak hanya terbatas di elaborasi membangun MBC. Sejumlah peluang elaborasi input produksi sangat terbuka dan dibutuhkan, antara lain konstruksi tambak udang dari panel yang bisa mengganti beton, kedelai sebagai sumber protein bagi pakan udang yang kebutuhannya dihitung juga tidak sedikit.(mch)