
PALU – Delapan unit rumah dinas (Rumdis) di asrama Brimob Polda Sulteng, Kelurahan Mamboro, ludes dilalap si jago merah. Api sendiri, diduga berasal dari kompor gas di rumah salah satu anggota di kompleks asrama tersebut.
Kebakaran yang terjadi sekitar pukul 12.00 wita itu, mengagetkan seluruh personel Brimob yang berkator di gedung tidak jauh dari asrama tersebut. Penjagaan ekstra pun dilakukan anggota Brimob, guna mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan masuk kedalam kompleks Brimob. Termasuk wartawan.
”Saya diperintahkan untuk tidak mengizinkan orang yang tak berkepentingan ataupun wartawan masuk untuk melihat atau mengambil gambar kebakaran,” sebut salah seorang Provost Brimob.
Menurut warga yang tinggal disekitar lokasi kebakaran, api dengan cepat membesar dan langsung merambat ke rumah tinggal lainnya. Disampaikan ibu bernama Nekike itu, kebakaran diduga akibat dari kompor gas yang meledak.
“Tadi sekitar jam-jam 12 lewat tidak ditahu-tahu apinya langsung membesar, api juga hampir merambat ke rumahku untung pemadam cepat datang,”ungkapnya.
Sekitar pukul 12.30 wita mobil pemadam kebakaran dari Pemkot Palu sebanyak 5 unit dan 1 unit dari Kantor Camat Tawaeli tiba di TKP kebakaran dan langsung melakukan pemadaman terhadap api. Pada pukul 14.40 wita api secara keselurahan berhasil dipadamkan. Kemudian pada pukul 14.45 wita tim Inafis dari Polda Sulteng langsung melakukan olah TKP.
Nampak pula Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Ketut Argawa yang baru pulang menghadiri upacara penutupan pendidikan di SPN Labuan Panimba, langsung meninjau lokasi kebakaran. Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwono membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, total ada 8 unit rumah dinas yang terbakar dalam kejadian ini. “Sementara kasusnya dalam penyelidikan,” sebut Hery.
Halangi Wartawan
Sementara itu, tindakan kurang humanis dan cenderung mengekang kebebasan pers ditunjukkan oknum anggota Brimob Polda Sulteng, saat wartawan Radar Sulteng melakukan peliputan kebakaran asrama Brimob Polda Sulteng, Selasa (6/3) kemarin. Hasil liputan berupa foto dan video yang diabadikan Ilham Nusi, nyaris dihapus oknum tersebut.
Awalnya saat mendapat informasi terbakarnya asrama Brimob, di Kelurahan Mamboro, Palu Utara, Ilham yang kebetulan tinggal tidak jauh dari asrama tersebut, langsung bergegas ke lokasi kejadian. Dia pun langsung menuju ke titik asap berasal, yang terlihat dari belakang asrama Mako Brimob.
Untuk mengetahui lebih dekat peristiwa itu, Ilham kemudian mendekati lokasi kejadian. Namun pandanganya terhalang tembok yang tingginya tak kurang dari empat meter. Tembok itu sekaligus sebagai pembatas antara Mako Brimob dengan pemukiman warga setempat, tanpa memasuki areal Brimob.
“Karena terhalang tembok, saya coba menggunakan tangga yang digunakan warga lainnya untuk melihat ke dalam Mako Brimob. Sementara di beberapa tempat warga juga mencoba untuk melihat langsung. Bahkan ada yang memanjat pohon milik warga,” kata Ilham.
Dari balik tembok itu, Ia kemudian mengambil beberapa foto dan video. Warga lainnya juga melakukan hal yang sama. Tiba-tiba beberapa anggota Brimob melarang warga mengabadikan peristiwa itu. Aparat kemudian meminta warga menghapus foto dan video. Salah satu handphone warga juga sempat diamankan.
Beberapa saat kemudian, salah seorang aparat berkaos merah meminta wartawan menghapus foto dan video peristiwa itu. Alasannya lokasi kebakaran merupakan area privasi. Selanjutnya oknum yang mengaku berpangkat Brigadir itu menanyakan identitas. Ilham lantas menjelaskan profesinya. Oknum itu kemudian meminta wartawan menunjukkan id card tempatnya bekerja.
Oleh aparat yang sama, Ilham kembali diminta untuk menghapus foto dan video. Padahal, sudah dijelaskan bahwa dia seorang jurnalis dengan identitas yang jelas. Untuk menghindari selisih paham, Ilham akhirnya bersedia menghapus salah satu videonya.
“Saya sendiri yang meminta aparat itu untuk menekan pilihan hapus di handphone saya. Biar dia yakin videonya sudah dihapus,” katanya.
Rupanya, oknum tadi kembali meminta Ilham menghapus foto dan video lainnya. Aparat yang diduga dari tim intelijen itu kemudian pergi menjauh dari tembok sembari membawa pergi id card wartawan.
“Karena sikap oknum yang tak memahami kerja-kerja jurnalis, saya akhirnya mengurungkan penghapusan foto dan video seperti yang diperintahkan oknum itu,” bebernya.
Hampir 20 menit selanjutnya, Ilham masih menunggu id cardnya dikembalikan. Ia juga berusaha dua kali meminta agar identitasnya dikembalikan dengan meminta bantuan pada seorang anggota Brimob lainnya di lokasi itu. Tapi permintaan itu ditolak oleh oknum yang menyita id cardnya
Karena tidak juga dikembalikan, Ilham kemudian memberitahu aparat Brimob lainnya dan mengatakan bersama id card saya juga ada e-KTP. Dengan maksud agar id card itu dikembalikan ke rumahnya sesuai alamat di e-KTP.
Baru beranjak pergi, Ilhan kemudian diberitahu warga bahwa dia dipanggil. Setelah kembali menaiki tangga, oknum aparat yang minyita id cardnya kembali mengatakan silahkan mengambil id card di pos jaga utama Mako Brimob.
“Saya kemudian menuju Pos dimaksud. Saat tiba di seberang jalan, saya melihat mobil dinas Kapolda Sulteng bersiap-siap meninggalkan Mako Brimob,” katanya.
Di pos tersebut, ada beberapa orang anggota Brimob yang bertugas menerima wartawan. Sikap mereka, menurutnya cukup humanis. Setelah berkoordinasi dengan anggota jaga, Ilham disarankan untuk menunggu.
Beberapa menit kemudian Dansat Brimobda Sulteng Kombes Pol Guruh Arif SIK MH datang menemui Ilham dan menjelaskan bahwa id card itu akan dikembalikan. Menurut Ilham, Kombes Guruh menyayangkan sikap wartawan yang tidak masuk melalui pintu utama sebagimana dilaporkan bawahannya.
“Saya menjelaskan di hadapan Dansat Brimop bahwa benar saya mengambil foto dan video kebakaran tersebut, tetapi saya tidak melompati pagar Mako Brimob bagian belakang atau kata lain saya tidak menerobos masuk area mereka,” jelas Ilham yang juga anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Palu.
Setelah beberapa saat diskusi, Kombes Pol Guruh memastikan id card yang disita anggotanya segera dikembalikan. Namun terkait peristiwa kebakaran, Dansat tidak ingin banyak berkomentar.
“Sebenarnya Dansat Brimob yang saya kenal saat masih Kapolres Donggala pribadinya sangat baik. Saya pun akhirnya memaklumi sikap bahawan Kombes Guruh yang telah menyita id card saya. Dari kejadian ini harapannya tidak lagi terulang. Karena menghalang-halangi tugas pers adalah pidana,” sebut Ilham yang membenarkan bahwa id cardnya sudah dikembalikan.
Apa yang dialami Ilham, menurut Pemimpin Redaksi Radar Sulteng, Murthalib SH, seharusnya tidak perlu terjadi, jika aparat kepolisian di lapangan paham dan mengerti tugas-tugas wartawan. Tidak hanya sikap menghalang-halangi dengan cara meminta wartawan menghapus hasil liputannya, namun dengan menahan kartu pers juga sangat disesalkan Murthalib.
“Kartu pers ditahan ini kan namanya bukti kesewenang-wenangan aparat terhadap kami pekerja pers, yang memang diatur undang-undang dalam bekerja. Apa urgensinya sehingga kartu pers yang ditahan?,” kecam Murthalib.
Lanjut Murthalib, jangan karena kejadian ini, komunikasi antara wartawan dan kepolisian di daerah ini, yang sudah terbangun dengan baik, terganggu hanya karena persoalan ini. Dia pun meminta, atasan langsung dari oknum tersebut agar menegur dan mengajarkan kembali tentang undang-undang pers kepada anggotanya, yang nota bene seorang aparat hukum.
Sementara itu, Ketua PFI Kota Palu, Rony Sandhi mengaku menyesalkan, tindakan menghalang-halangi kerja jurnalis di lapangan, yang kembali dilakukan oleh aparat. Semestinya, aparat paham dan mengerti dengan kerja-kerja jurnalis yang sudah diatur dalam undang-undang Nomor 40 tahun 1999.
“Dalam undang-undang nomor 40 Tahun 1999 ini, seperti di pasal 18 sudah jelas disebutkan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalis untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah,” kata Rony.
Dia pun sangat menyayangkan, masih ada sikap aparat penegak hukum, yang melakukan praktik-praktik pengekangan kebebasan pers. Padahal kata Rony, Dewan Pers sudah melakukan MoU atau kerjasama dengan Kapolri, terkait pemberian pemahaman kepada seluruh Kapolda dan jajaran sampai di daerah terkait dengan penjabaran undang-undang pers. “Di dalam pasal 4 undang-undang pers sudah sangat jelas menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi,” tegasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terkait hal ini, Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwono mengungkapkan, tidak ada niatan dari anggota di lapangan untuk menghalang-halangi tugas dan kerja-kerja jurnalis. Mungkin kata dia, terjadi miskomunikasi. Hery pun meminta hal itu untuk dimaklumi, mengingat kondisi psikologis anggota di lapangan, yang bisa jadi panik dengan situasi kebakaran di komplek Mako Brimob tersebut.
“Masing-masing kita menahan diri dan tidak saling terpancing,” tuturnya. (cr9/agg)