
PALU – Tambang emas ilegal di Poboya tidak hanya merusak lingkungan namun juga mengancam kesehatan masyarakat di Kota Palu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan akademisi Universitas Tadulako (Untad)dan tiga profesor asal Jepang yakni Tomonori Kawakami, Profesor Takanobu Inoue dan Profesor Nagafuchi Osamu terungkap bahwa kadar zat berbahaya Merkuri di udara kota Palu sudah melebihi standar maksimal yang ditetapkan WHO.
Itu artinya pemerintah Kota Palu dalam hal ini Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu harus melakukan tindakan nyata.
Ditemui baru-baru ini, Kepala Dinkes Kota Palu, dr Royke Abraham, mengaku belum menerima informasi terbaru terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan Untad bersama dengan tiga profesor asal Jepang itu. Setelah data tersebut diterima maka nantinya akan dijadikan program penting bekerjasama dengan BLH. “Ini informasi terbaru, harapan kami segera dilaporkan ke Dinkes agar kami tahu kondisi terakhir,” ujarnya.
Jika benar terjadi pencemaran, itu artinya ada proses pertambangan yang tidak beres atau tidak sesuai dengan prosedur sehingga membahayakan masyarakat, baik itu dari segi lingkungan maupun kesehatan. “Penelitian harus dilihat validitas. Data terakhir hasil penelitian yang dilakukan kementerian kondisi masih dalam nilai ambang batas, sementara Untad memiliki hasil terbaru, kami harap itu di sampaikan ke kami,” terangnya.
Lanjutnya, Dinkes sendiri bertanggungjawab untuk memberikan sosialisasi dalam hal kesehatan. Jika hasil penelitian tersebut sudah diterima Dinkes maka segera dilakukan sosialisasi. “Untuk sanksi hukum bukan Dinkes, kami hanya memberikan sosialisasi pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat,” pungkasnya. (jcc)