BUOL-Salah satu obyek wisata alam Permandian Kumaligon yang menjadi ikon terbaik nasional kini dibiarkan alais diterlantarkan dan tidak diurus serta diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buol dan Dinas Pemuda Olahraga Dan Pariwisata (Disporapar) selaku organisasi perangkat daerah (OPD) teknis.
Obyek wisata ini berjarak 5 km dari pusat ibukota Kabupaten Buol, terletak di Kelurahan Kumaligon Kecamatan Biau, pada suasana hari libur Idul Fitri tahun ini kurang diminati pengunjung, utamanya wisatawan lokal. Pasalnya, sudah masuk tiga tahun berturut-turut kurang dapat perhatian serius dari Pemkab maupun dinas teknis untuk melakukan perbaikan secara total, padahal tidak tanggung-tanggung bantuan dana segar dari APBD untuk pembangunan dari awal seluruh fasilitas dalam lokasi obyek wisata ini mencapai miliaran rupiah, namun kini ditelantarkan tanpa diurus lagi. Ada kesan pembiaran dari dinas teknis Pemkab Buol.
“ Orang yang datang berkunjung ke tempat ini sudah jarang, karena fasilitasnya sudah tidak memadai untuk digunakan, “ungkap Saleha, salah seorang warga Kelurahan Kumaligon kepada Radar Sulteng, Minggu (8/5).
Menurutnya, sebelumnya, pengelolaan obyek permandian ini mampu mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena setiap minggu saat liburan maupun liburan nasional banyak warga datang berrekreasi mandi-mandi bersama keluarganya. Kolam tempat mandi sudah disiapkan, dan saat itu juga warga sekitar mampu meraup keutungan untuk menjajakan jualan makanan dan minuman kepada setiap pengunjung.
Akan tetapi nasibnya kini sangat ironis. Fakta kondisi saat ini sudah memprihatinkan. Kolam tempat mandi untuk anak-anak dan dewasa tidak pernah diurus, jembatan penyebrangan berbahaya untuk dilewati sudah berlubang di makan usia. Begitu juga rumah tempat istrahat atau gazebo pengunjung sudah roboh hampir rata tanah. Miris dan mengerikan untuk dijadikan tempat istrahat lagi.
“ Kalau empat tahun lalu kita bisa peroleh keuntungan dari berjualan di lokasi wisata ini, karena dikelola secara baik. Tapi sekarang, tidak ada lagi warga sekitar berjualan karena peminat kurang, “ujar Saleha disahuti ibu-ibu lainnya.
Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Disporapar Dr. Tonang Malongi mengatakan bahwa selama ini masih terdapat status lokasi warga yang belum dibebaskan masuk dalam lokasi obyek wisata sehingga dinas teknis sedikit kewalahan untuk melakukan upaya perbaikan. Menurutnya, ini bukan disengaja untuk ditelantarkan atau tidak diperhatikan Pemkab, sebab legal status tanah ini sejak Buol jadi kabupaten masih ada pemilik lokasi yang mempermasalahkan. Namun, langkah dinas teknis terus berkordinasi dengan lintas sektor untuk penyelesaian legal status lahan warga. Agar menjadi aset pemerintah kedepan.
Tonang juga menjelaskan, untuk pembangunan baik rehab maupun baru harus melampirkan legal status lahannya karena menjadi persyaratan dalam pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK). Meski demikian, dinas teknis terus melakukan koordinasi dengan pemilik lahan, akan tetapi terbentur dengan permintaan pembebasan lahan dari pemilik lahan. Sementara proses pembebasan lahan ada mekanismenya tersendiri, sampai dengan pembentukan tim apraisal dan juga tergantung kemampuan fiskal daerah. Olehnya, yang cepat itu dimintakan hibah ke pemerintah daerah.
“ Nanti begitu selesai pembangunan sarprasnya akan diserahkan kembali ke masyarakat dalam bentuk Pokdarwis atau Bumdes untuk pengelolaannya, “ tandas Dr. Tonang.(tam)