POSO – Desa Taipa, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso kini tidak lagi memiliki pesisir. Selain itu, perkampungan di bentang Danau Poso tersebut juga rawan terjadinya likuifaksi jika terjadi gempa berkekuatan di atas 6 skala richter (SR).
Pesisir pantai yang dahulu masih berjarak 100 meter bila air surut. Kini telah hilang. Pengikisan pesisir pantai terjadi sejak 2016 silam. Tidak hanya pesisir yang terkikis. Perlahan, tanah milik warga pun mulai terjadi longsoran. Kini jarak antara air pasang dengan rumah warga tinggal 30 meter. “Sudah mulai terkikis ada 20 rumah sekarang yang dekat sekali dengan danau,” ungkap Weliones Gintu (55), mantan Kades Taipa.
Khusus tanah warga yang terkikis kurang lebih 1.000 meter persegi. Pemerintah daerah pada 2017 juga sudah membuat tanggul dan dibantu lagi pembangunan tanggul sepanjang 700 meter, lewat bantuan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III. Namun itu belum bisa mengatasi sejumlah longsoran permukaan tanah yang masih terjadi.
“Beberapa titik sudah diantisipasi dengan bronjong,” ujar warga Desa Taipa itu.
Kondisi itu, kini diperparah dengan terus naiknya permukaan air danau, semenjak beroperasinya bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Pesisir pantai yang dahulu bila air pasang hilang, dan terlihat kembali ketika air surut, kini sejak 2019 difungsikannya bendungan PLTA, tidak lagi surut.
“Sudah tidak turun-turun lagi ini airnya,” tutur Weliones.
Dia khawatir, kondisi air yang tidak lagi surut itu, akan mempercepat proses pengikisan tanah di desa tersbut. Bukan tidak mungkin kata dia, kampung tempatnya dari lahir tinggal itu, baka hilang terkikis air Danau Poso.
“Waktu saya masih Kades, saya sudah minta warga untuk tidak membangun lagi di dekat danau, karena terus terkikisnya tanah,” sebutnya.
Sementara itu, Akademisi Universitas Tadulako, yang juga Pengamat Kebencanaan, Ir Abdullah MT kondisi yang telah lama terjadi di Desa Taipa, disebabkan formasi batuan di desa tersebut merupakan lapisan sedimen yang porositas (ruang kosong) nya tinggi. Dia mengkhawatirkan, jika terjadi gempa dengan magnitude di atas 6 SR bakal terjadi likuifaksi di desa tersebut. “Dan pusatnya relative dekat dengan pemukiman tersebut maka bisa terjadi (penurunan tanah) seperti di Desa Tompe Donggala dan Desa Lompio, juga bisa rawan tsunami,” tutur Abdullah.
Apalagi di Desa Taipa, terdapat sesar aktif yakni Sesar Poso. Untuk itu, saat melakukan penelitian kontur tanah di daerah tersebut, Abdullah menyarankan kepada warga Desa Taipa yang bermukim di tepi Danau Poso, untuk membangun rumah baru yang lebih jauh dari danau. Disinggung terkait dugaan tentang adanya bendungan PLTA dan menyebabkan tidak pernah lagi surutnya air danau, dia mengaku belum mendapatkan hasil studi lebih lanjut, yang menguatkan dugaan tersebut. (agg)