PALU – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulteng, menggelar sosialisasi bahaya penyebaran faham radikal lewat media sosial (Medsos) kepada masyarakat, Kamis (10/9) disalah satu hotel di Palu.
Dalam sambutannya, Ketua FKPT Sulteng Muh Nur Sangadji menyampaikan tujuan kegiatan yakni memberikan pemahaman kepada berbagai elemen masyarakat, khususnya aparatur kelurahan atau desa, awak media massa pers, mahasiswa dan ASN, mengenai dampak negatif internet sebagai salah satu sarana penyebarluasan faham radikalisme dan terorisme.
“Dalam kegiatan pelibatan aparatur kelurahan dan desa tentang literasi informasi melalui FKPT Sulteng, bertajuk Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi), idealnya kehadiran internet dan media sosial menjadi salah satu jendela informasi yang dapat memberikan pencerahan, sehingga berdampak pada penguatan persatuan dan kesatuan,” ungkapnya.
Namun belakangan ini, menurut Nur Sangadji, informasi yang bernuansa provakatif, kebencian, memancing emosi dan amarah serta mempropagandakan antara negara dan agama sangat banyak tersebar lewat perangkat-perangkat Medsos. “Penyebaran informasi tersebut dilakukan oleh oknum dan kelompok-kelompok tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu yang tidak lepas dari faham yang mereka anut, saya berharap dengan adanya literasi informasi dapat menjadi satu penguatan untuk peningkatan kapasitas, dalam mencegahan penyebaran faham dan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat media sosial,” ujarnya.
Sementara berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kasubdit Pengawasan, Moch Chairil Anwar menyatakan aksi-aksi terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi keutuhan NKRI.
Hal itu, kata dia, tergambar dalam suvery nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2017 – 2018, dengan skor 42,58 dari rentang 0 – 100 atau kategori sedang. “Data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Kominfo tahun 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten,” ungkapnya.
Selanjutnya, hasil survey nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi dengan skor 39,89, dalam internalisasi kearifan lokal termasuk pemahaman agama.
“Pengguna media sosial yang tinggi merupakan tantangan karena menjadi media efektif penyebaran konten radikal. Di satu sisi menjadi peluang emas untuk intensifikasi penyebaran konten kontra-radikal,” katanya.
Kemudian wartawan senior, Willy Pramudya, meminta agar jurnalis atau wartawan bisa menangkal adanya berita atau informasi yang bersifat hoax atau mengarah pada ajakan radikalisme yang membuat suatu propaganda, sehingga dapat terwujud menangkal radikalisme melalui listerasi media.
“Saya meminta agar kerja keras media mainstream juga sangat penting untuk menangkal radikalisme, atau informasi yang cepat diterima masyarakat di Medsos, agar masyarakat bisa tidak mudah percaya dengan kabar di Medsos,” tambahnya.(who)