PALU – Kandang milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulteng, yang terletak di Jalan Moh Yamin, Kota Palu tidak mampu menampung buaya muara dengan panjang 4,6 meter, yang dievakuasi dari Desa Towale.

Setelah sempat viral di media sosial, sejumlah warga yang tinggal di kompleks rumah dinas Balai KSDA serta awak media, nampak berdatangan melihat dari dekat hewan predator tersebut.
“Kami belum bisa pastikan apa jenis kelaminnya, betina atau jantan, karena kondisi untuk memeriksanya belum memukinkan,” kata Kepala Balai KSDA Sulteng, Ir Noer Layuk Allo kepada Radar Sulteng ditemui di kantornya, Selasa (24/4) kemarin.
Buaya muara ini masih terikat tali di bagian perutnya. Keempat kakinya juga masih diikat. Sedangkan lakban yang semulanya melilit di mata dan mulutnya sudah terbuka. Diketahui lakban itu terbuka dengan sendirinya karena buaya mengamuk pada malam harinya.
“Jika ada yang berminat untuk menangkarkan baik di Sulteng atau di luar daerah akan dikoordinasi dengan kantor pusat dengan perizinannya,” tambah Noer.
Noer mengungkapkan, masyarakat jangan mencoba mengganggu dan menyakiti buaya muara yang habitatnya di Sungai Palu dan biasa ditemukan di Teluk Palu serta daerah sekitarnya. Karena dikhawatirkan akan berujung pada konflik dengan manusia.
“Kami masih merencanakan dengan pemerintah Provinsi untuk mendorong penangkaran di Sulteng dan lembaga konservasi sehingga bisa diamankan buaya di Sungai Palu,” terangnya.
Kasubag Tata Usaha Balai KSDA Sulteng Mulyadi menambahkan, fokus dan upaya mereka mengevakuasi buaya-buaya dari laporan warga yang sempat ditangkap, dan kemudian akan dikoordinasikan dengan lokasi penangkaran di luar Sulteng. Baru-baru ini Balai KSDA Sulteng mengirim tiga ekor buaya muara sungai Palu ke Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, Manado.
“Target kita sementara ini buaya berkalung ban, karena itu yang terus viral, target kita bagaimana secepatnya ada informasi buaya kalung ban itu, buaya ini yang diutamakan karena kami terus disoroti masyarakat,” tutup Mulyadi. (acm)