PALU – Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, Hasmuni Hasmar mengaku legah, akhirnya buaya yang terjerat ban bisa diselamatkan. Dia pun telah menyiapkan penghargaan khusus untuk warga bernama Tili, yang telah rela meluangkan waktu dan tenaganya demi menyelamatkan satwa dilindungi tersebut.
Kepada Radar Sulteng, Hasmuni menjelaskan, semasa pertama menjabat sebagai Kepala BKSDA Sulteng pada 2019, tugas pertama yang diberikan kepadanya adalah menyelamatkan buaya berkalung ban. Karena tugas itu adalah PR (pekerjaan rumah) BKSDA Sulteng yang dari 2016 belum berhasil diselesaikan.
“Sudah tiga kali kepemimpinan dan itu masih jadi PR. Hingga akhirnya, tadi malam (Senin malam) kami dapat kabar buaya tersebut berhasil ditangkap. Dan kami turun pastikan, ternyata benar buaya berkalung ban yang kami cari, dan akhirnya bisa diselamatkan warga,” terang Hasmuni, Selasa (8/2) kemarin.
Memang kata dia, BKSDA Sulteng tidak lagi seperti dahulu getol mencari buaya tersebut. Operasi penyelamatan terhenti sementara ketika pandemi Covid-19 melanda. Pihaknya tidak ingin terjadi kerumunan ketika ada kegiatan pencarian buaya tersebut.
“Dahulu kami sampai datangkan pawang buaya dari luar negeri, tapi semenjak pandemi kita hentikan upaya penyelamatan. Karena pasti setiap kegiatan orang banyak berkumpul,” terangnya.
Sehingga ketika ada warga yang secara sukarela membantu dengan menyelamatkan buaya itu, pihaknya pun sangat mengapresiasi. Terkait mengapa buaya yang diselamatkan itu dilepas kembali, Hasmuni menuturkan, itu dilakukan atas keinginan masyarakat sekitar. Mereka bersikukuh bahwa buaya yang sempat berkalung ban itu, dilepaskan kembali di sungai Palu.
“Malam itu memang terbagi dua suara, ada yang minta kita (BKSDA) bawa tapi lebih banyak warga yang minta untuk dilepaskan kembali ke sungai,” tuturnya.
Dari aturan sendiri, kata dia, melepaskan kembali buaya itu ke sungai, juga tidak melanggar. Karena, sungai Palu sudah menjadi habitat dari buaya tersebut. Masyarakat yang tinggal di sekitar situ juga, sudah menganggap buaya ini seperti keluarga mereka.
“Intinya kita mengedepankan kearifan lokal. Dalam konservasi kan, masyarakat juga kita jadikan subjek dalam setiap pengambilan keputusan. Seharusnya memang buaya itu kita bawa dulu untuk diperiksa apakah ada luka atau jangan sampai dia stres saat ditangkap. Tapi itu tidak melanggar, karena di sungai itu juga habitat mereka,” kata Hasmuni.
Sebelum dilepaskan, tim BKSDA lanjut Hasmuni, telah mengukur panjang dari buaya tersebut. Diketahui bahwa buaya itu memiliki panjang 5,20 meter dan lebar badan 93 centimeter. Namun untuk jenis kelamin, belum sempat diperiksa, karena sejumlah masyarakat melarang pihak BKSDA memegang alat kelamin buaya ini. “Untuk memeriksa jenis kelamin buaya, petugas memang harus merabanya.
Jadi belum sempat kita ketahui apakah betina atau jantan,” jelasnya.
Secara pribadi, Kepala BKSDA mengaku bakal memberikan penghargaan khusus kepada warga bernama Tili yang berhasil melepaskan ban di leher buaya itu. Tili dalam waktu dekat akan diundang, sebagai rasa terimakasih BKSDA terhadap warga yang sudah mau peduli terhadap satwa yang dilindungi ini.
“Pak Tili ini jadi contoh bagi warga lain, yang turut serta menjaga satwa dilindungi seperti buaya ini, lewat aksi penyelamatannya,” tandasnya. (agg)