PALU – Tindakan kurang humanis oknum anggota Brimob Polda Sulteng beberapa waktu lalu, yang sempat menghalang-halangi peliputan yang dilakukan wartawan Radar Sulteng, Ilham Nusi, akhirnya dimediasi.

Mediasi sendiri terjadi setelah Koalisi Jurnalis Dukung Kebebasan Pers (KJDKP) mengirimkan surat terbuka kepada Kapolda Sulteng, yang pada intinya menyayangkan insiden penghalangan peliputan di Mako Brimob Polda Sulteng, saat terjadinya kebakaran beberapa waktu lalu.
Mediasi itu dihadiri langsung Kasat Brimob Polda Sulteng, Kombes Pol Guruh Arif Darmawan serta Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwono, dan sejumlah jurnalis yang tergabung dalam KJDKP, yang terdiri dari anggota AJI Kota Palu, IJTI Sulteng serta PFI Palu. Dengan legowo secara terbuka kepada para wartawan, Guruh Arif sebagai komandan langsung dari oknum yang melakukan penghalangan berupa menyuruh hapus gambar dan menahan kartu pers wartawan Radar Sulteng, memohon maaf. Sementara oknum anggota Brimob yang dimaksud, berhalangan hadir. “Saya menyampaikan permohonan maaf mewakili yang bersangkutan, karena saya mempunyai hak penuh dalam Satuan ini, agar nantinya tidak ada perpecahan hubungan antara kami ( Brimob) dan teman media,” ungkap Kasat Brimob.
Guruh, menyampaikan dengan kejadian tersebut diakui ada penyampaian yang seharusnya diketahui para jurnalis, karena di dalam Mako Brimob ada informasi public yang dikecualikan, namun dirinya tidak mecari siapa yang benar dan siapa yang salah.
“Untuk anggota kami yang sudah salah dengan melanggar undang-undang Pers, saya mengatasnamakan satuan memohon maaf. Karena saat kejaidian kebakaran di Asrama Brimob ada informasi yang tidak bisa dipublikasikan karena mengingat masalah keamanan dan keselamatan. Tempat yang terbakar sangat dekat dengan alat Gegana, yang didalam ruangan tersebut berisi bom,” jelasnya.
Dengan adanya kejadian tersebut, Kasat Brimob Polda Sulteng akan melakukan evaluasi kepada seluruh anggotanya, dan tentunya bertujuan untuk tetap menjalin silaturahmi yang baik dengan Pers. “Sehingga persoalan ini tidak lagi dibesar-besarkan, dan bisa menjadi intropeksi untuk semua baik di jajaran kami Brimob dan juga para jurnalis,” kata Guruh.
Dalam pertemuan itu, beberapa poin yang disepakati yakni kasus tersebut diselesaikan secara damai dan kekeluargaan, dengan mempertimbangkan Nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kapolri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor B/15/II/2017 tanggal 6 Februari 2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaaan pers dan penegakan hukum terkait penyalgunaan profesi wartawan.
Kemudian profesi jurnalis telah dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sehingga apabila dalam pelaksanaan tugasnya mengalami kendala atau hambatan, dilakukan upaya mediasi sebagai tahap awal penyelesaian. Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hery Murwono berharap, kejadian itu tidak terulang kembali di masa yang akan datang, karena dalam setiap profesi dibutuhkan kearifan masing-masing pihak, untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dilapangan. “Kedepannya kita akan membangun kredibilitas dan profesionalisme dari masing-masing profesi, baik kepolisian maupun insan pers sendiri,” kata Hery.
AKBP Hery berjanji akan melakukan sosialisi terkait informasi dan aturan-aturan pers kepada satuan-satuan kerja lingkup Polda Sulteng, yang nantinya juga melibatkan organisasi pers di Sulteng. Sementara itu, ahli pers Dewan Pers di Sulteng, Rolex Malaha menegaskan, bahwa upaya merampas tanda pengenal dan memerintahkan untuk menghapus hasil liputan jurnalis merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap jurnalis. “Ini sangat sensitif terhadap pekerjaan wartawan dan pasti itu akan diperjuangkan, sebagai bentuk kemerdekaan pers,” kata Kepala LKBN Antara Biro Sulawesi Tengah itu.
Ahli pers di daerah kata dia, bukan sebagai pengadil atas sengketa pers yang terjadi, tetapi sebatas penengah dengan membantu memberikan informasi dan saran terkait aturan-aturan yang berhubungan dengan pers yang profesional. Ketua AJI Palu, Muhammad Iqbal memberikan apresiasi atas pertemuan mediasi yang dilakukan Bidhumas Polda Sulteng, sebagai langkah maju dalam bentuk rekonsiliasi dan upaya dalam mewujudkan kebebasan pers yang profesional di Sulteng. Langkah-langkah yang dilakukan AJI Palu kata Iqbal, juga merupakan fungsi literasi media, tanpa mengesampingkan hubungan kedekatan emosional yang telah dibangun selama ini bersama instansi kepolisian. “Kami harus menunjukan bahwa penyelesaian sengketa pers, dapat dilakukan secara elegan dan profesional,” ungkap Iqbal.
Dia berharap agar kasus seperti itu tidak terulang kembali dan pihaknya juga menyatakan kesediaan membantu institusi kepolisian untuk menyosialisasikan dan memberikan pendidikan terkait aturan-aturan pers, dimana juga melibatkan ahli pers di daerah. (who)