POSO – Kurangnya jumlah guru definitif di wilayah pedalaman Poso masih menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan. Mengantisipasi hal itu, otoritas berwenang, merekrut para pengajar sukarela. Yang menarik, polisi ikut menjawab tantangan itu.

Seperti yang terjadi di kecamatan Lore Selatan. Di sekolah SD-SMP Satu Atap Bulili, yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Poso, ada seorang anggota polisi bernama Brigadir Kepala Hans Lapanda, anggota Polsek Lore Selatan, ikut mengajar murid-murid di sekolah tersebut. Dia mengajar mata pelajaran bahasa inggris.
Bagaimana respon siswa dan pihak sekolah terhadap Bripka Hans? Efil Manna Taula, siswi kelas 8 di sekolah itu kepada wartawan mengaku jika pada awalnya dia dan teman-temannya merasa gugup ketika berinteraksi dengan guru yang mengenakan seragam polisi. Tetapi setelah berinteraksi selama hampir satu tahun, kegugupan itu sirna. Kini mereka dapat mengikuti pelajaran bahasa Inggris dengan lebih baik.
“Pertama ketemu gugup, tapi setelah sekian lama tidak. Mungkin karena pak gurunya seorang polisi,” kata Efil.
Kegugupan serupa juga dialami sang polisi. Brigadir Kepala Hans Lapanda mengatakan ia tidak pernah berpikir akan terjun menjadi pengajar Bahasa Inggris di sekolah. Tetapi dia merasa terpanggil ketika mengetahui siswa kelas 7-9 di sekolah itu tidak memiliki guru bidang studi Bahasa Inggris. Padahal Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional.
“Saya datang ke sini mungkin nilai plusnya adalah ilmu yang saya punya itu bisa terus berkembang dan bisa terus di refresh di dalam memori otak saya dan bisa membagikan ilmu ini. Ada kepuasan tersendiri ketika ilmu yang kami punya bisa dibagikan kepada adik-adik siswa yang ada disini,” kata Bripka Hans.
Polisi muda ini mengajar tiga hingga lima kali dalam sepekan. Tak jarang ia juga menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli buku dan alat tulis, yang dibagikannya kepada siswa untuk memotivasi belajar. Jika ada alat yang tidak tersedia, misalnya earphone atau headset, Bripka Hans melakukan inovasi agar materi pelajaran tetap bisa dipahami siswa.
“Materi di buku biasa ada kode harus pakai earphone atau alat penunjang lainnya seperti kaset dalam, misalnya, listening, kita butuh sekali alat pendukung seperti itu. Ketika itu tidak ada saya lewati materinya atau saya berinovasi sendiri supaya materi itu bisa diserap dan tidak terlewatkan begitu saja,” ungkap dia.
Kepala Sekolah SD-SMP Satu Atap Bulili, Feri Ratowo, sangat bersyukur dengan kesediaan Bripka Hans Lapanda mengajar murid/siswa di sekolahnya. Karena dalam lima tahun terakhir ini tidak ada guru definitif, atau guru yang berstatus pegawai negeri sipil, untuk matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, PKN dan biologi.
“Yang kami lakukan dalam rangka penanggulangan adalah merekrut tenaga-tenaga honorer atau tenaga sukarela yang betul-betul sukarela tanpa memperhitungkan soal biaya. Kami dari sekolah hanya memberikan ucapan terima kasih. Sekedar ucapan terima kasih,” kata Feri.
Dikonfirmasi terpisah, Sujaminto Suryanto, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan dari Dinas Pendidikan (Dikbud) Poso, mengatakan saat ini secara keseluruhan kabupaten Poso mengalami kekurangan tenaga guru definitif mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.
“Jadi jumlah kekurangan guru di Kabupaten Poso ini sejak dari 2016 – 2017 yang kami sudah data, SD kekurangan 374 guru, SMP 411. Nah, total semua itu sejumlah 785,” kata Sujaminto.
Menurutnya, kekurangan guru di Poso terjadi sejak dilakukannya moratorium penerimaan CPNS oleh pemerintah pada 2015. Sejak pemberlakuan moratorium itu tidak ada pengangkatan guru definitif. Padahal, setiap bulan ada 10-15 guru yang memasuki masa pensiun. Moratorium ini baru akan berakhir 2019. (bud)