PALU – Angka Konsumsi Ikan masyarakat Sulteng, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan dari hasil evaluasi Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, angka konsumsi ikan masyarakat Sulteng khusus untuk 2017 yang lalu, meningkat cukup signifikan.

Kepala Seksi Logistik Hasil Perikanan Marihot Pakpahan SPi, M.Si, mengatakan bahwa sejak 2013, kecuali di 2015, capaian angka konsumsi ikan, melebihi dari target yang ditetapkan.
“Pada 2013, kita menargetkan 33,14 kg perkapita, yang tercapai 41,65 kilogram perkapita. Kemudian 2014 dari target 42,36, yang tercapai 44,73 kg perkapita,”ungkap Marihot, saat menjadi narasumber Sosialisasi Konsumsi Ikan yang digelar Dinas Perikanan Kabupaten Parimo, pekan kemarin.
Di 2015, dari target 45,33, yang tercapai 45,07 kilogram perkapita. Tidak mencapai target pada 2015, di 2016 justru meningkat drastis dari target yang ditetapkan. Dari target 46,39, berhasil dicapai 47,27 kilogram perkapita.
“Malah di 2017, capaiannya jauh di atas angka target kita. Tahun lalu, target kita 48,23 ternyata hasil evaluasi, bahwa angka konsumsi ikan masyarakat Sulteng, mencapai 52,34 kilogram perkapita,”ungkapnya lagi.
Menurutnya, angka konsumsi ikan, merupakan hal yang sangat pentingm karena terkait dengan Indikator Kinerja Utama di Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Indikator Kinerja Kegiatan Dinas Provinsi yang membidangi Kelautan dan Perikanan.
“Selain itu, konsumsi ikan merupakan salah satu hal yang dipantau langsung oleh Presiden Republik Indonesia, dimana GEMARIKAN dimasukkan ke dalam program prioritas pemerintah tahun 2018, karena sejalan dengan Nawacita butir ke-5 yaitu komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,”katanya lagi.
Hal itulah kata Marihot, menjadikan angka konsumsi ikan menjadi hal yang sangat strategis dan harus menjadi perhatian semua pihak. Bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga Pemerintah Daerah provinsi dan seluruh kabupaten serta kota.
Marihot, mengungkapkan bahwa dalam penghitungan angka konsumsi ikan, baik di tingkat nasional maupun provinsi, dilakukan melalui tahapan penghitungan Konsumsi di Rumah Tangga (KIDRT), Konsumsi di Luar Rumah Tangga, serta Konsumsi tidak tercatat.
Konsumsi di Rumah Tangga (KIDRT) dihitung berdasarkan data SUSENAS tahun 2017 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dengan terlebih dahulu mengkonversi ikan yang dikonsumsi ke dalam bentuk setara utuh segar.
Untuk komponen jenis ikan yang dihitung mencakup, ikan dan udang segar, iIkan dan udang asin atau yang diawetkan, kemudian terasi/petis yang masuk di dalam kelompok bumbu-bumbuan, serta ikan dalam kelompok makanan jadi (ikan bakar, presto, pindang, bakar, dll)
Menurut Marihot lagi, memerhatikan baseline data yang belum ada, untuk konsumsi ikan di luar rumah tangga dan tidak tercatat, baik di tingkat nasional maupun provinsi, maka penetapan dan perhitungannya diserahkan ke masing-masing Provinsi dengan memerhatikan kondisi masing-masing daerah
Khusus untuk Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, upaya yang dilakukan, antara lain dengan melakukan rapat koordinasi untuk mendapatkan masukan terhadap konsumsi ikan di luar rumah tangga dan konsumsi tidak tercatat yang akan digunakan di dalam penghitungan capaian angka konsumsi ikan di tingkat Provinsi.
Juga melakukan koordinasi dengan melibatkan BPS provinsi, Badan Ketahanan Pangan, serta dinas-dinas terkait. Di antaranya, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan dan beberapa instansi lainnya. Juga koordinasi dengan APJI atau Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, perwakilan beberapa hotel, restoran dan catering, akademisi, praktisi lain dan unit terkait lingkup Dinas KP Provinsi.
“Beberapa data pendukung yang dapat digunakan di dalam menduga konsumsi ikan di luar rumah tangga antara lain, kebiasaan makan di luar rumah, perkembangan jumlah dan pengunjung hotel, restoran dan catering (Horeka), perkembangan penyediaan menu ikan oleh katering. Juga beberapa komponen pangan di dalam SUSENAS yang berpotensi menggunakan ikan namun belum dilakukan penghitungan. Antara lain seperti nasi rames, nasi goreng, kerupuk,”katanya lagi.
Kemudian untuk penghitungan konsumsi ikan di luar rumah tangga, dapat memerhatikan hasil survey Bahan Pangan Pokok (BAPOK) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2017. KKP telah berkoordinasi dengan BPS untuk memperoleh BAPOK berdasarkan Provinsi dan institusi.
Menurut Marihot, bahwa beberapa data pendukung yang dapat digunakan untuk menduga konsumsi tidak tercatat antara lain, menggali potensi kebutuhan ikan bagi Rumah Tangga Khusus mengingat kelompok ini tidak masuk di dalam pencacahan Susenas. Juga menggali beberapa produk-produk olahan ikan yang berpotensi tidak tercacah, karena tidak ada di dalam Susenas. Terutama produk olahan ikan berbahan baku surimi seperti nugget ikan, bakso ikan, mpek-mpek, siomay, otak-otak, dan sebagainya.
Untuk rumah tangga khusus yang tidak tercakup dalam pencacahan Susenas, yaitu orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan yang pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga. Kemudian kelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau lebih, serta konsumsi ikan di Rumah Sakit maupun Rumah susun.
“Total Angka Konsumsi Ikan yang ditetapkan di setiap Provinsi seyogyanya tetap memerhatikan data Neraca Bahan Makanan (NBM atau /data ketersediaan ikan yang ada di setiap provinsi (total Angka Konsumsi Ikan lebih kecil dari NBM),”tandasnya.(hnf)