TOLITOLI-Sekitar dua bulan lamanya tak mendapat kejelasan atas laporan dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD) Lakuan Tolitoli, yang telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli, Aliansi Masyarakat Lakuan Tolitoli (AMLT) mulai mempertanyakan keseriusan kinerja lembaga Yudikatif tersebut.
” Sudah memasuki dua bulan sejak melaporkan secara resmi pada bulan Juli lalu, tapi sampai sekarang kami belum juga mendapatkan kejelasan bagaimana tindak lanjut laporan kami. Untuk itu hari ini kami datang mempertanyakan, kami ragu laporan ini dipermainkan,” tegas Sukamri ketua AMLT kepada media ini kemarin.
Bahkan menurutnya, saat berhasil bertemu Kasi Pidsus untuk meminta kejelasan kasus tersebut, pihaknya disarankan untuk meminta keterangan langsung ke Kantor Cabang Kajari Tolitoli Utara, karena laporan tersebut diproses l oleh Cabjari Tolut.
Sukamri mengungkapkan, data dan laporan tertulis yang telah diserahkan ke Kejaksaan tersebut, bukan pengaduan asal jadi, namun melalui proses yang cukup pelik dan susah payah mengumpulkan data. Sebab meski telah meminta bantuan BPD Lakuan untuk hasil Laporan Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (LRPAPBDes) dari tahun ke tahun, namun hanya hasil tahun 2020 yang berhasil didapatkan.
” Itupun nanti kami mendesak BPD untuk meminta laporan realisasi kepada kepala desa, barulah mendapatkan hasil laporan tahun 2020, melalui ketua BPD,” ungkap Sukamri.
Ditambahkannya, dari hasil laporan tahun 2020 tersebut, pihaknya menemukan kejanggalan atas keterangan lisan yang dijelaskan pihak pemerintah desa dengan hasil reaslisasi anggaran yang tidak sesuai fakta.
Dari sekian banyak kejanggalan tersebut, Sukamri memeberikan beberapa sampel, semisal honorarium petugas syar’i untuk tiga masjid sebesar Rp 32,4 juta, namun faktanya hanya terbayar Rp 21 juta. Kemudian kegiatan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) yang seharusnya diswakelolakan, namun dipihak ketigakan kepada kontraktor. Lalu dianggarkan upah tenaga kerja, tanah timbunan, jasa Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), serta jasa konsultan, yang nilainya puluhan juta.
Belum lagi masalah BLT untuk 166 orang terdata, menurutnya, pihaknya menemukan data, setiap warga seharusnya menerima Rp 300 ribu yang diterima, namun yang sampai hanya sebesar Rp 270 ribu, karena telah dipotong sebesar Rp 30 ribu.
” Yang kami beberkan ini hanya beberapa contoh saja, lengkapnya sudah ada dilaporan kami ke Kejaksaan, itupun hanya realisasi tahun 2020 yang kami dapatkan semenjak dua periode Kades menjabat,” ungkapnya.
Ditambahkan Sukamri, sebelum melaporkan masalah tersebut ke kejaksaan, pihaknya beberapa kali menuntut Kepala Desa (Kades) untuk mempertanggungjawabkan laporan tersebut kepada masyarakat melalui BPD, namun tidak pernah direspon, hingga akhirnya pihaknya bermohon kepada lembaga DPRD Tolitoli untuk dilakukan hearing dan memutuskan secara kelembagaan agar Pemerintah Kecamatan selaku pembina aparat desa melakukan pembinaan serta Inspektorat melakukan pemeriksaan, dan jika menemukan penyimpangan menyerahkan masalah tersebut kepada aparat yang berwenang.
Terpisah, dimintai keterangan mengenai proses penanganan kasus tersebut, Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Tolitoli Junaedi, SH, kepada media ini menjelaskan, bahwa tindak lanjutnya dari laporan tersebut telah ditangani pihaknya. Menurutnya, saat ini Cabjari Tolitoli telah melakukan penyelidikan.
” Sudah diselidiki, sudah berapa saksi dimintai keterangan. Prosesnya sedang berjalan, laporannya sudah ditindaklanjuti. Namun untuk lebih jelas, silakan hubungi penyidiknya,” jelas Junaedi.(yus)