BUOLDAERAH

Advokad Muda Serukan Jaga Kamtibmas di Kabupaten Buol

Andriwawan Husen, SH. (FOTO: ISTIMEWA)
Dilihat

BUOL-Salah seorang advokad muda dari Kabupaten Buol, Andriwawan, SH, menegaskan dan menyerukan agar seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Buol menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas)-nya.

Dia dalam memberikan pendapatnya kepada Radar Sulteng, mengutip sebuah adagium di dunia hukum yakni “Sosial capture adagium cogitationis poenam nemo patitur dalam kultur masyarakat Homogen.”

Begitulah adanya, kata dia, sekalipun hukum telah tertuang kedalam bentuk formal namun acapkali kita menyaksikan hukum itu selalu masih dapat berubah-ubah. Model penuangan hukum formal yang pada putaran selanjutnya membentuk sistem hukum yang berlandas pada peristiwa sosial ataupun filosofikal dengan yang dimuarakan pada kepastian, ketertiban serta rasa aman dan nyaman.

“Perkembangan-perkembangan peristiwa sosial baru yang terus bergulir, menjadikan kekakuan dalam hukum formal untuk bergerak mencari jalannya dalam menemukan rasa aman dan nyaman dalam bersosial hingga mengakibatkan adanya cara-cara individualistik dalam mengelola dan mengaplikasikan hukum itu sendiri, “ tegasnya.

Menurutnya, praktik individualistik tersebut tercapture di ruang publik hingga mengingatkan kita kembali pada pola penyelenggaraan hukum droit coutumier atau hukum kebiasaan yang berlangsung di Perancis, di mana kaidah-kaidah hukum dalam konteks keseluruhan berdasar pada poin-poin moral yang harus ditempatkan paling utama dari pelaksanaan hukum formal.

“ Praktik droit coutumier ini akan menyebabkan kemunduran dalam menjalankan hukum khususnya pada kriteria kepastian hukum di lingkar tata-kemasyarakatan yang bergenetika kompleks dalam menemukan rasa aman dan nyaman dikarenakan poin-poin moral telah terdegradasi dengan lajunya kemajuan publik saat ini dalam bersosial, “ sebut Andriwawan.

Dijelaskannya, dominasi aspek sosial dalam ruang publik menjadikan hukum haruslah bertransformasi agar penyelenggaraannya tidak tertatih-tatih dalam mengejar peristiwanya. Kodifikasi yang disandarkan pada moral serta regulasi yang dihadapkan pada momentual haruslah disepakati secara bersama-sama agar penegakan hukum dalam stukrur sosial tidaklah saling berhadap-hadapan satu dengan lainnya.

Selanjutnya, dikatakan Andriwawan, bagian menarik lainnya adalah peletakan basis yang kokoh untuk memberikan pondasi pada otoritas juris yang sedemikian rupa untuk mengendalikan serta memformulasikan penegakan hukum yang terus berdinamika kasus demi kasus yang saling bertalian dan memengaruhi haruslah disandarkan pada terciptanya keamanan dan ketertiban pada tata-kemasyarakatan.

“Polarisasi adagium “cogitationis poenam nemo patitur” (Tiada seorangpun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya) menjadi sebuah adagium hukum yang jika ditarik kedalam kondisi sosial kemasyarakatan menjadi sebuah sikap yang bersifat ambigu. Sebab adagium ini membuka ruang publik untuk saling gempur pendapat sekalipun adagium ini dapatlah dikanalisasi oleh aturan-aturan formal, dan keseragaman presepsi dalam mengartikan yang baik dan benar. Sebab, adagium tersebut terkonfigurasi dengan adagium lainnya seperti “Ubi sosietas ibi jus” (dimana ada masyarakat disitu ada hukumnya), “ tegasnya).

Otoritas Juris Jembatan Hukum Terhadap Rasa Aman dan Nyaman.
Gagasan tertib-hukum dalam prinsip kebenaran terus digodok oleh sedemikian rupa otoritas juris. Aturan demi aturan terus didedikasikan ke dalam suatu kodifikasi termasuk Pasal 1 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hokum. Serta, terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Pasal tersebut haruslah menjadi kristal terhadap setiap gejala peristiwa sosial sehingga maksud dari kepastian hukum dapatlah diletakkan pada porosnya. Keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum bukanlah hanya menjadi sebuah teks books dalam penyelenggaraannya jauh dari itu pemaknaan frasa tersebut menjadikan masyarakat bisa melakukan aktifitas sosial secara riang gembira karena hukum haruslah menjamin perasaan nelayan untuk pergi melaut, petani untuk pergi ke ladang, wanita untuk terhindar dari perlakuan kasar dan pranata sosial lainnya.

Peran Serta Masyarakat dalam Keamanan, Ketertiban dan Tegaknya Hukum.
Kita telah bersama-sama memperhatikan di beberapa momentum atau peristiwa hukum peran serta masyarakat menjadikan tegaknya hukum seperti panglima dalam medan tempur. Posisi ini seharusnya terus dikembangkan dalam upaya menemukan kemanfaatan hukum itu sendiri dengan harapan agar kolaborasi ini dapatlah dituangkan kedalam bentuk praktik hukum. Sejauh kolaborasi ini dapatlah dilegislasikan kedalam bentuk produk sejauh itu pula produk tersebut bersifat “genuitas” (bentuk yang asli).

Bersabdalah seorang penyair dari pesisir Batavia, kata Andri. “Orang yang baik dan mencintai negaranya adalah orang yang selalu berani berdiri dibarisan paling depan dalam menegakkan hokum. Laksana ksatria yang bertarung di bawah kilauan cahaya tembaga, sejelek dan seburuk apa pun bentuk dan bunyi hukum itu,” pungkasnya.(mch)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.