PALU – Aktivitas pengolahan emas ilegal di kelurahan Poboya dinilai sangat membahayakan bagi masyarakat Kota Palu. Pasalnya para penambang liar ini menggunakan zat kimia berbahaya jenis sianida dalam melakukan perendaman, pemurnian atau pencucian emas. Ditambah lagi lokasi-lokasi lubang pencucian emas berada tidak jauh dari pemukiman warga.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Muhammad Taufik dikonfirmasi Radar Sulteng, Selasa (5/10) mengungkapkan, jika aktivitas pertambangan itu tidak dihentikan maka air perendaman-perendaman emas itu akan berpotensi mencemari lingkungan di Kota Palu.
Di tahun 2017 yang lalu, JATAM Sulteng kata Taufik telah melaporkan aktivitas pertambangan ilegal kepada aparat penegak hukum.
“Ada beberapa wilayah lubang perendaman emas itu, dekat di salah satu saluran PDAM di Poboya. Yang kami laporkan 2017 lalu itu, kami mendesak untuk kroscek dilakukan penindakan hukum. Dan mengeroscek zat zat kimia sumber dari hasil pemurnian dan pencucian emas itu dibuang ke mana ?,” tuturnya
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan material hasil pemurnian emas itu dibuang kemana ?. Jika penambang ilegal ini membuang ke tanah, maka dipastikan akan mencemari air yang ada di bawah tanah. “Indikasinya ada potensi. Ada juga Indikasi dibuang disungai Pondo itu, dugaan kita,” bebernya.
Secara keseluruhan aktivitas pertambangan emas di Kelurahan Poboya, lanjut Taufik dianggap ilegal karena tidak mempunyai izin. Dia juga menduga ada pembiaran yang dilakukan salah satu perusahaan yang ada di wilayah Poboya yakni PT Citra Palu Mulia.
“Yang punya izin di atas itu hanya PT Citra Palu Mineral (CPM). Ini juga harus kita kroscek, karena ada dugaan di wilayah konsesinya (PT CPM) itu ada aktivitas ilegal berupa perendaman. Padahal kita tahu mereka ini mau menggunakan pabrik dan lain sebagainya. Tetapi di tahun 2017 kita dapat ada aktivitas perendaman,” tuturnya.
Namun faktanya kata Taufik aktivitas tambang emas ilegal di Poboya masih saja ada. Diakuinya setelah dilaporkan pada 2017 lalu aktivitas pertambangan sempat meredup, namun belakangan ini aktivitas itu kembali berjalan.
“Kemarin kita laporkan ke Dirjen Gakkum, kita minta SP2AP surat perkembangan hasil penyidikan itu sampai sekarang tidak pernah diumumkan di media,” bebernya. Bahkan lanjut Taufik, terkait dengan aparat penegak hukum kita tidak pernah dengar dan tidak pernah diumumkan siapa yang terlibat di atas (Poboya). Ini indikasi pembiaran, padahal boleh dikatakan aktivitas berbahaya dan ilegal tersebut justru terjadi tidak jauh di belakang markas besar Polda Sulteng.
Dari hasil investigasi JATAM Sulteng 2017 yang lalu ditemukan sekitar 28 titik perendaman emas dan salah satunya berdekatan dengan saluran PDAM, selain itu aktivitas perendaman itu juga kata dia berada di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) yang merupakan kawasan konservasi.
“Dalam waktu dekat kami (JATAM) Sulteng akan kroscek ulang, titik perendaman yang ada di Poboya. Infonya sejauh ini masih ada aktivitas perendaman. Karena itu aktivitas ilegal tidak berizin. Patut kita dugaan juga sebenarnya PT CPM diduga terlibat karena membiarkan aktivitas itu wilayah dikonsesi kontrak karyanya,” tutupnya. (win)