
MITRA CSR DSLNG: Ibu Neka (atas) menunjukkan abon ikan buatannya yang sudah dikemas. Foto lain, Iswanto (bawah) bersama rekannya di kebun cabe.
PROGRAM tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan pertambangan di Sulawesi Tengah mengalami peningkatann. Wartawan koran ini menemui mitra CSR PT Donggi Senoro Liquid Natural Gas (DSLNG) di Kabupaten Banggai.
Laporan : Syahril Hantono
MENJELANG siang di Desa Dimpalon Baru, Kecamatan Kintom, seorang wanita berusia nyaris 50 tahun berdiri di teras rumahnya untuk menyambut sejumlah pewarta yang berkunjung. Sambil tersenyum ibu itu menyilakan masuk ke rumahnya setelah menjabat tangan para tamu.
Bukan masuk ke ruang tamu tetapi langsung ke ruang tengah dan dapur. Di ruang itulah tempat wanita yang akrab disapa Ibu Neka menjalankan wirausaha rumah tangga dengan mengolah abon ikan. Ibu Neka adalah salah satu mitra CSR dari PT DSLNG. Berkat binaan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan gas itu, dia kini memproduksi abon ikan yang diberi nama Abon Ikan Bu Neka.
Nama Neka menurut dia diambil nama Bhineka. ”Ayah saya beri nama Bhineka, jadi dipanggil Neka,” katanya yang sebenarnya bernama Rasma Andapa. Bisa jadi alasan diberi nama itu karena tanggal kelahirannya 1 Juni 1973. Tanggal itu merupakan hari lahir Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Kehidupan Neka sekarang jauh berbeda dengan yang dulu. Usahanya membuat abon ikan laris manis, bahkan bisa dikatakan cukup sukses. Ini bisa dilihat dari kondisi rumahnya yang sekarang sudah permanen. Dinding beton dan berlantai tegel warna hijau di ruang tamu dan teras.
Saat dikunjungi Juni lalu di ruang tengah dan dapur masih berlantai semen. Lantai itu juga akan dilapisi tegel. Sebab di sudut ruangan terdapat beberapa dos tegel. ”Rumah ini dibangun dari hasil penjualan abon. Dulu rumah saya tidak begini, setelah ada pendampingan CSR dari Donggi Senoro, baru saya bisa bangun rumah dari hasil abon ikan,” katanya.
Kisah Neka mengundang rasa penasaran wartawan. Dia dikerumuni para jurnalis lokal untuk menanyakan kisah suksesnya. Neka tak kuasa menahan air matanya ketika mengisahkan bagaimana usahanya dulu sebelum mendapat sentuhan pembinaan DSLNG.
Sebagai keluarga nelayan di Kintom, Neka awalnya berjualan ikan mentah. Dari Kintom dia berjualan sampai ke Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai. Saat berjualan Neka membawa nasi bungkus atau burasa dan abon ikan yang dibuatnya sendiri. ”Abon dan burasa sebagai bekal. Kalau lapar saya makan itu,” kisahnya.
Cukup lama berjualan ikan mentah, hingga suatu saat timbul idenya untuk membuat abon ikan. Apalagi di Kintom ikannya melimpah. ”Kalau banyak ikan tidak tahu mau dibuat apa, terpaksa ikan dibuang. Jadi percuma. Karena itu saya mencoba membuat abon ikan,” kata Neka.
Gayung bersambut. Suatu saat di tahun 2015 pegawai perusahaan DSLNG memesan abon ikan buatannya dalam jumlah yang banyak. Neka tak tahu kalau saat itu dimulailah pendampingan DSLNG melalui program CSR. Sejak adanya pendampingan usahanya perlahan mulai berkembang. Dari menggunakan kemasan plastik polos, kini kemasannya lebih menarik, memiliki gambar dan nama merek.
Saat itu dalam sebulan diproduksi 40 bungkus. Untuk pemasarannya dia memiliki pembeli tetap, termasuk dibeli oleh koperasi setempat.
Khusus produksinya Neka mendapat pengetahuan dari pelatihan yang dilakukan perusahaan. Pelatihan itu antara lain terkait kebersihan atau hygienist produksi. Neka mengaku sangat memperhatikan faktor kebersihan produknya.
Menurutnya dia memproduksi abon dari ikan yang masih segar atau baru diambil dari hasil tangkapan. Sebab dengan ikan segar membuat abon ikan lebih tahan lama dibanding ikan yang disimpan di kulkas. Selain itu tentunya dari cara masaknya.
”Bagaimana cara mengolahnya?” tanya seorang wartawan. Neka enggan menjawab. ”Itu rahasia,” kata Neka.
Abon Ikan Bu Neka semakin dikenal masyarakat. Bahkan Neka mengaku abon ikan buatannya sudah dimakan tamu dari pusat. Maksudnya para pejabat negara. ”Pak Presiden Jokowi sudah pernah abon ikan buatan saya,” katanya bangga.
Tahun 2015 lalu iven Sail Tomini digelar di Kabupaten Parigi Moutong. Presiden Joko Widodo dan pejabat negara lainnya hadir. Saat itu Abon Ikan Bu Neka disajikan dan dipamerkan. Nah saat itulah, kata Neka, Presiden dan pejabat negara mencicipi abon ikan buatannya.
Dalam membuat abon ikan Neka tidak sendiri. Dia dibantu 7 orang tetangganya. Mereka adalah warga miskin yang kini ikut mendapat dampak secara ekonomi dari usaha abon ikan Neka.
Hingga kini Neka masih berjualan abon ikannya di kantor-kantor pemerintah dan swasta. ”Saya masih jualan sendiri ke kantor-kantor. Kalau saya bawa ransel, itu berarti saya sedang berjualan abon,” kata Neka.
Program CSR DSLNG juga menyentuh para pemuda di Kecamatan Batui. Para pemuda yang pengangguran diberdayakan oleh perusahaan. Para pemuda mau apa? Perusahaan siap membantu. Bukan memberi uang, tetapi pendampingan.
Kebetulan di Batui banyak lahan subur tak digarap. Para pemuda berniat mengolah lahan itu. Maka dengan pendampingan dari DSLNG, 20 orang pemuda menggarap lahan itu dengan menanam cabe.
”Satu kali panen bisa mencapai 30-40 kg cabe dalam seminggu, dengan jumlah pohon 800 batang,” kata Iswanto saat ditemui di kebun cabe di Batui.
Pemuda ini merupakan ketua kelompok tani cabe, yang anggotanya semuanya pemuda setempat. Menurutnya, hasil panen cabe dijual ke koperasi dengan harga Rp15 ribu/kg. Penjualan juga dilakukan dengan sistem standing point untuk memutus peran tengkulak.
Mengawali menjadi petani cabe, Iswanto dan rekan-rekannya terlebih dahulu mengikuti pelatihan di bidang pertanian. Mereka diajari cara menanam cabe yang benar, serta diajari membuat pestisida nabati.
Kaum perempuan juga tak luput dari program CSR Donngi Senoro. Di Desa Uso, Kecamatan Batui, sekelompok perempuan dibina dalam sebuah wadah koperasi. Namanya Koperasi Posaangguan Boune Banggai.
Ketua koperasi Marina mengatakan, koperasi ini dibentuk tahun 2017 hingga kini anggota koperasi yang semuanya perempuan sebanyak 250 orang. Anggota koperasi berasal dari 5 desa di Kecamatan Batui.
Marina mengaku adanya koperasi sangat membantu masyarakat terutama kaum perempuan. ”Kegiatan usaha masyarakat mendapat bantuan dari koperasi. Jadi koperasi ini sangat membantu masyarakat terutama perempuan,” kata Marina.
Koperasi ini mendapat suntikan modal Rp50 juta dari pihak DSLNG. Dalam menjalankan usahanya, koperasi ini meraih hasil Rp75 juta dalam tiga bulan.
External Communication Supervisor DSLNG, Doty Damayanti mengatakan, pendampingan khususnya kepada Neka dan kelompok tani pemuda, termasuk memantau pemasarannya. Pihaknya membantu mengupayakan yang efektif dan cepat.
Kata Doty, CSR yang dimulai sejak 2008 menyentuh berbagai sektor, termasuk pemberdayaan untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat. Pihak perusahaan selalu menggandeng pemerintah daerah dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
DSLNG berupaya agar kehadirannya membawa manfaat dan menciptakan peluang di masyarakat. Peluang untuk tumbuh dan berkembang dari segi kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Mitra CSR DSLNG yang ditemui adalah contoh tumbuhnya kemandirian ekonomi di masyarakat. Kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.(***)