PALU – Pada akhir bulan ini, fenomena alam akan kembali menyapa Indonesia. Tepatnya pada tanggal 28 Juli 2018 fenomena tersebut yakni Gerhana Bulan Total. Dari data yang diterima Radar Sulteng, Gerhana Bulan merupakan peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bumi sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan.

Peristiwa tersebut diakibatkan dinamisnya pergerakan posisi matahari, Bumi dan Bulan ini hanya terjadi pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya. Sementara itu Forecaster BMKG Stasiun Meteorologi Klas II Mutiara Palu, Affan Nugraha mengatakan, fenomena Gerhana Bulan Total ini, bisa disaksikan langsung masyarakat yang ada di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah kecuali sebagian kecil di wilayah Sulawesi selatan.
”Kalau gerhana ini untuk waktu Indonesia Tengah, itu dimulai pukul 01.13 menit, berarti dini hari. Terus berlangsung gerhana total itu pukul 03.29 menit kemudian puncaknya terjadi pada pukul 04.21 menit dan berakhir pada pukul 07.30 menit, pagi hari,” ungkapnya kepada Radar Sulteng.
Dirinya juga menambahkan, BMKG Stasiun Meteorologi Klas II Mutiara Palu, terbuka untuk umum khususnya untuk para peneliti dan Akademisi hanya saja kata Affan, pihaknya tidak menyediakan teleskop melainkan hanya menyiapkan lokasi di Rooftop kantor BMKG di Bandara Klas II Mutiara Palu.
“Jadi untuk masyarakat, peneliti atau akademisi bisa bersiap-siap, tanggal 27 Juli karena fenomenanya terjadi dini hari, kami menyediakan tempatnya dan terbuka untuk umum. Hanya saja kami tidak sediakan alatnya, karena kami juga hanya punya satu teleskop dan fungsinya tidak seperti teleskop lainnya, bisa dibilang hasilnya tidak maksimal 100 persen,” masih kata Affan.
Lanjut Affan, fase totalitas Gerhana Bulan Total 28 Juli 2018, yang mencapai 103 menit, adalah yang terlama hingga lebih dari 100 tahun ke depan. Dan diperkirakan pada tanggal 9 Juni 2123 merupakan gerhana bulan terlama mengalahkan gerhana bulan tanggal 28 Juli 2018 ini yakni mencapai 106 menit.
“Tapi yang tahun 2123 ini nanti tidak teramati dari Indonesia. Adapun Gerhana Bulan Total dengan fase totalitas yang lebih lama dari tahun ini dan dapat diamati dari Indonesia itu pada tahun 2141, juga mencapai 106 menit,” ungkapnya.
Khususnya untuk cuaca, fenomena Gerhana Bulan total ini tidak memberikan dampak secara signifikan, hanya saja kata Affan akan berdampak di wilayah Maritim. “Tapi itu, tidak terlalu signifikan bagi mereka, karena bagi mereka itu lebih signifikan itu kecepatan angin untuk ketinggian gelombang, dan ini dipengaruhi juga tekanan dan kondisi cuaca sekitar,” tuturnya.
Masyarakat Sulawesi Tengah khususnya yang ada di Kota Palu tidak perlu khawatir akan kondisi cuaca ketika fenomena Gerhana Bulan Total ini terjadi pasalnya, menurut amatannya (Affan. Red), mengungkapkan perkiraan cuaca di Bulan Juli 2018 ini bisa dikatakan masuk musim kemarau. Hanya saja ada gangguan Global. Khususnya di wilayah Sulawesi Tengah, munculnya MJO (Madden-Julian Oscillation) yakni fenomena global yang mengganggu sirkulasi musim, sehingga berdampak turunnya hujan di wilayah Sulteng. “Hujannya ini lumayan signifikan intensitasnya dari sedang hingga lebat. Itu yang mengganggu siklus kemarin di wilayah Sulteng,” paparnya.
Sementara itu dari data terbaru yang dirinya terima, kembali terpantau fenomena MJO sudah mulai berkurang, di pertengahan bulan Juli 2018, sehingga masyarakat Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu bisa menikmati Fenomena Gerhana Bulan Total.
“Ditambah lagi munculnya Tropical Cyclone Maria (TS Maria) di daerah Samudera Pasifik, di wilayah bagian timur pulau Sulawesi. Munculnya siklon tersebut itu secara umum karakternya berdampak pada membaiknya cuaca di wilayah Sulawesi Tengah dan sekitarnya dan itu yang biasa kita amati selama ini,” tutupnya. (win)